Keputusan Presiden RI Joko Widodo untuk menunda pungutan dana ketahanan energi (DKE), yang rencananya akan diberlakukan mulai 5 Januari 2016 berbarengan dengan harga baru bahan bakar minyak (BBM), dinilai tepat oleh sejumlah kalangan.
Kendati begitu, masih ada desakan dari salah satu kelompok yang meminta agar pungutan DKE yang bersumber langsung dari masyarakat tidak hanya ditunda, tetapi dibatalkan.
"Kami prinsipnya mengapresiasi. Berarti mereka (pemerintah) mendengarkan aspirasi Dewan agar tertib anggaran," ucap Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Satya Widya Yudha kepada Kompas.com di Jakarta, Senin (4/1/2016).
Sementara itu, menanggapi kabar bahwa pemerintah akan membahas terlebih dahulu rencana pungutan DKE bersama DPR, Satya mengatakan, DPR siap membahas penggunaan anggaran tersebut agar tepat sasaran.
"Saya kira sudah benar penundaan itu karena regulasinya tidak jelas, bahkan tidak ada. Seharusnya bukan hanya penundaan, melainkan pembatalan," kata Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi kepada Kompas.com, Senin.
Menurut Tulus, masalah ketahanan energi bukan menjadi tanggung jawab masyarakat dalam hal pembiayaan, melainkan menjadi tanggung jawab pemerintah.
"Harus diperjelas dulu apa blue print Dana Ketahanan Energi itu, jangan asal comot (dan) tak jelas juntrungannya," imbuh Tulus.
Usai rapat koordinasi terbatas atau ratas, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan, pemerintah memutuskan untuk menunda pungutan DKE.
"Pertimbangannya, setelah memperhatikan diskusi pemikiran yang ada, ini kemudian dianggap agar lebih baik dibicarakan dulu, deh, di DPR; daripada diputuskan, kemudian ada kontroversi dan macam-macam," ujar Darmin kepada wartawan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin.
Dalam ratas juga diputuskan, pembahasan DKE akan dilakukan berbarengan dengan pembahasan APBN Perubahan 2016. Dia mengatakan, karena penundaan penerapan pungutan DKE ini, harga Premium per 5 Januari 2016 menjadi Rp 6.950 per liter. Sementara itu, harga Solar menjadi Rp 5.650 per liter.
Ketika ditanya akankah DKE pasti dipungut langsung dari masyarakat setelah pembahasan dengan DPR, Darmin enggan berspekulasi.
"Ya tergantung. Bisa saja. Kan dasar hukumnya harus dibuat sendiri, macam-macam. Intinya adalah tergantung pembahasan (dengan DPR)," ujar mantan Gubernur Bank Indonesia ini.