Dosen Komunikasi Politik Universitas Bengkulu, Lely Arrianie, mengusulkan agar setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang mengakhiri masa jabatannya di parlemen turut meninggalkan pengalamannya selama menjadi anggota Dewan, salah satunya melalui karya tulis.
Karya itu tidak hanya berupa buku biografi yang menampilkan kegagahan, tetapi sebuah tulisan yang menonjolkan prestasi.
"Harusnya setiap anggota DPR pasca-meninggalkan pekerjaannya memang meninggalkan jejak-jejak sebagai negarawan yang baik," ujar Lely saat dihubungi, Senin (28/3/2016).
"Misalnya, menuliskan pengalamannya selama di program legislasi, bagaimana mereka terlibat dalam sistem ketatanegaraan selama mereka menjadi anggota DPR," kata dia.
Namun, dia melanjutkan, karya tulis tersebut harus ditulis sendiri oleh para anggota DPR.
Menurut Lely, saat ini banyak pejabat yang menulis sebuah buku dengan membayar penulis bayangan (ghostwriter). Bahkan, ada yang keluar hingga ratusan juta untuk sebuah tulisan yang bagus.
Kalaupun kelak perpustakaan DPR tersebut dibangun, kata Lely, maka harus ada jaminan bahwa pembangunannya nanti akan membantu agar para anggota Dewan mampu melahirkan ide-ide cemerlang untuk tulisannya.
Perpustakaan itu pun dapat dijadikan tempat untuk memajang karya-karya mereka.
Berdirinya perpustakaan yang mewah berskala internasional, menurut Lely, akan tak berguna jika budaya baca para anggota Dewan masih rendah.
Karena itu, ia juga berharap agar para anggota DPR siap menumbuhkan budaya membaca, mulai dari pribadi masing-masing.
"Apakah nanti, kalau (perpustakaan) dibangun, bapak-bapak akan memanfaatkan perpustakaan itu atau masih akan memanfaatkan ilmu staf ahli saja?" ucap Lely.
"Jadi, kemampuan anggota DPR tidak bertambah-tambah. Yang tambah pintar staf ahlinya, tenaga ahlinya," tuturnya.
Wacana pembangunan perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara muncul setelah Ketua DPR Ade Komarudin menerima sejumlah cendekiawan dan budayawan di Kompleks Parlemen, Selasa (22/3/2016).
Gedung baru itu direncanakan terdiri atas perpustakaan umum terbesar se-Asia Tenggara serta ruang kerja bagi anggota DPR dan tenaga ahli.
Ada sekitar 600.000 koleksi buku yang akan disimpan di perpustakaan tersebut. Angka itu akan melebihi perpustakaan terbesar di Asia Tenggara saat ini, National Library of Singapore, yang memiliki 500.000 koleksi buku.
Namun, Direktur Center Budget Analysis Uchok Sky Khadafi curiga, upaya akal-akalan ini dilakukan karena rencana pembangunan gedung baru DPR yang sudah dianggarkan sebesar Rp 570 miliar dalam APBN 2016 banyak mendapat penolakan dari publik.
Ade Komarudin pun mengaku heran kenapa di Indonesia banyak pihak yang berusaha merecoki rencana DPR untuk membangun perpustakaan terbesar di Asia Tenggara.