KASUS lima warga negara asing (WNA) asal Tiongkok yang tepergok melakukan aktivitas pengeboran di Lanud Halim Perdanakusuma seperti tamparan bagi Ditjen Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM.
Kurangnya sumber daya manusia terlatih menjadi salah satu penyebab keimigrasian kewalahan mengawasi tindak tanduk WNA.
Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F Sompie mengungkapkan pihaknya tersadarkan bahwa mau tidak mau, peningkatan kemampuan dan kualitas pegawainya harus dilakukan supaya kasus serupa tidak terulang.
"Dari hampir 8.000 PNS Ditjen Imigrasi dan jajarannya hanya sekitar 786 PPNS (penyidik pegawai negeri sipil) di bidang keimigrasian. Oleh karena itu, ini menjadi tantangan bagi saya untuk memperkuat kemampuan dan kompetensi para PPNS," ungkapnya, kemarin (Minggu, 8/5), saat Media Indonesia menanyakan evaluasi terkait tertangkapnya lima WNA asal Tiongkok yang melakukan kegiatan ilegal.
Bukan hanya ketika sudah masuk ke Indonesia, baru di pintu gerbang saja pengawasan memerlukan lebih banyak pegawai.
Ronny menyebut antisipasi dimulai dari tempat pemeriksaan Imigrasi (TPI), baik di bandara, pelabuhan, Pos Lintas Batas Negara (LBN) di pulau terluar, maupun Pos LBN darat seperti di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua, dan Nusa Tenggara Timur.
Upaya Ditjen Keimigrasian mendapatkan dukungan dari DPR. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pemerintah harus menambah petugas imigrasi.
"Satu minggu kemarin kami melakukan penelusuran informasi secara intensif dan dapat disimpulkan akar masalahnya tak lain soal minimnya jumlah SDM Ditjen Imigrasi," ujar Dasco, Jumat (6/5).
Menurut Dasco, faktanya memang sulit bagi Ditjen Imigrasi untuk mengawasi per-gerakan serta aktivitas orang asing dengan jumlah pegawai yang masih sangat sedikit. Jumlah pegawai hanya se-kitar 8.000 orang terhitung sedikit.
Ia membandingkan dengan Malaysia yang memiliki 12 ribu pegawai keimigrasian. Padahal, wilayahnya jauh lebih kecil ketimbang Indonesia.
Bahkan, Singapura saja memiliki 6.000 pegawai. "Setidaknya kita perlu 20.000 pegawai untuk meng-over wilayah yang begitu luas," terang Dasco.
Ditahan
Kelima WNA Tiongkok yang terkait dengan proyek KA cepat Jakarta-Bandung tersebut, pada Sabtu (7/5), telah ditetapkan menjadi tersangka.
Mereka terancam hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp500 juta. "Kepada mereka dilakukan penahanan untuk memudahkan proses penyi-dikan sampai tuntas," ungkap Ronny.
Menurut Ronny, penyelidik-an yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Imigrasi KANIM kelas 1 Jakarta Timur sejak 28 April hingga 7 Mei 2016, sudah mendapatkan bukti permulaan yang cukup.
Kelimanya disangka telah melakukan tindak (perbuatan) pidana sesuai Pasal 122 huruf a Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yakni menyalahgunakan izin tinggal.