DPR-RI mengutuk keras pembalakan liar hutan di Sumut yang menyebabkan kerusakan lingkungan parah sehingga sering terjadi banjir dan menelan korban jiwa seperti yang terjadi pekan lalu di kawasan Air Terjun Dua Warna, Deliserdang.
“Itu yang jadi korban bukan para pembalak liar. Tapi masyarakat biasa. Kita kehilangan saudara-saudara kita secara tragis bukan karena kesalahannya. Tapi akibat banjir karena hutan kita sudah gundul di kawasan tersebut,” kata Gus Irawan Pasaribu, ketua Komisi VII DPR-RI yang membidangi energi dan lingkungan hidup, Senin (23/6).
Gus Irawan mengaku prihatin terhadap kerusakan lingkungan akibat pembalakan liar. “Saya melihat banjir yang sering terjadi di Deliserdang maupun Langkat karena penggundulan hutan. Sehingga terjadi ketidakseimbangan alam,” tuturnya.
Gus menegaskan rehabilitasi hutan di Sumut mendesak dilakukan, karena berpengaruh terhadap lingkungan. Menurut data yang ada, katanya, saat ini luas lahan kritis Sumut sudah cukup mengkhawatirkan.
Ketua DPD Gerindra Sumut itu merinci, luas lahan kritis di Sumut itu data terakhir ada sekira 6 juta hektar lebih. “Dan sebanyak 51 persen lahan kritis itu adalah hutan. Jadi kondisi hutan yang kritis mencapai 3,1 juta hektar lebih,” jelasnya.
“Itu sudah membahayakan ekosistem. Kalau terus dibiarkan ada saja orang yang merambahnya untuk dialihfungsikan,” kata dia. Apalagi tata batas pembangunan hutan di Sumut masih terkendala. “Kita lihat saja di hutan ada permukiman dan ladang yang dijadikan masyarakat sebagai sumber pendapatan.”
“Pemukiman dan perladangan yang masih dalam kawasan hutan bisa dilihat misalnya di Mandailing Natal, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir. Kemudian hutan di kawasan Langkat, Deliserdang pun menjadi perhatian. Apalagi kawasan Langkat seringkali tiba-tiba ada banjir bandang. Dari peristiwa tersebut tentu aparat terkait sudah bisa menelusurinya,” kata Gus.
Belum lagi aktivitas perusahaan besar yang menebang hutan untuk dijadikan perkebunan dan tentu ini yang paling berbahaya, tuturnya. Hingga saat ini banyak gangguan terhadap kawasan hutan seperti pencurian hasil hutan, perambahan dan kebakaran hutan.
“Tapi begini saya. Beberapa tahun lalu kan sudah ada juga banjir bandang Bahorok yang banyak mengambil korban jiwa. Saat itu malah banyak tumpukan kayu gelondongan terseret banjir. Sehingga indikasi jelas soal illegal logging sudah muncul. Tapi follow up-nya sampai sekarang kita tidak tahu. Siapa pelaku pembalakan,” tuturnya.
“Sekali lagi yang jadi korban bukan pembabat hutan. Maka Sumut harus segera berbenah dengan penanaman pohon secara massif. Di sisi lain kita minta ada upaya serius mencegah pembalakan liar dan menegakkan hukum dengan tegas tanpa pandang bulu kepada setiap perusak hutan,” jelasnya.
“Memang ada dua tindakan yang bisa dilakukan. Pertama rehabilitasi hutan dari pemerintah daerah sendiri dan tentu saja akan butuh waktu lama. Dan tindakan kedua adalah aparat penegak hukum melakukan tindakan tegas untuk mengusut pencurian kayu,” ungkapnya.
“Korban sudah berjatuhan. Jangan ditambah lagi. Dan saya serta seluruh keluarga besar Gerindra Sumut ikut menyampaikan dukacita mendalam atas peristiwa ini,” tuturnya.