Wakil Ketua Komisi V DPR, Muhidin Mohamad Said diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan suap terkait proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera) yang telah menjerat sejumlah koleganya, Kamis (2/6).
Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, pemeriksaan terhadap Muhidin dilakukan penyidik lantaran politikus Golkar itu diduga mengetahui kasus yang telah menjerat tiga anggota Komisi V, yakni Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, dan Andi Taufan Tiro tersebut. Termasuk dugaan permainan dana aspirasi anggota DPR. Sejumlah anggota DPR diketahui telah menyalurkan dana aspirasinya untuk pembangunan infrastruktur di Maluku melalui Kempupera, dan mendapat fee dari para pengusaha. "Lebih digali kepada apa yang dia ketahui tentang dugaan adanya 'permainan' dalam proyek jalan tersebut," kata Priharsa di Jakarta, Kamis (2/6).
Selain itu, penyidik juga mengonfirmasi Muhidin mengenai sejumlah pertemuan antara pimpinan Komisi V dan pejabat Kempupera. Diduga pertemuan tersebut membahas program dana aspirasi yang berujung pada penyuapan. "(Dikonfirmasi) Soal pertemuan-pertemuan dan peristiwa yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana," ungkapnya.
Muhidin yang tiba di gedung KPK sekitar pukul 10.00 WIB, terlihat keluar ruang pemeriksaan sekitar pukul 18.10 WIB. Usai diperiksa selama sekitar delapan jam, Muhidin berupaya menghindar dari awak media yang telah menunggunya di pelataran gedung KPK. Untuk mengelabui awak media, Muhidin pun menyiasati keluar bersamaan dengan mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD M. Yunus Bengkulu, Edy Santoni yang telah menjadi tahanan atas kasus dugaan suap kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu.
Siasat Muhidin ini terbaca oleh awak media. Muhidin pun tak dapat menghindar dari berbagai pertanyaan saat diadang awak media. Namun, Ketua kelompok fraksi Golkar di Komisi V DPR itu mengklaim tidak ada pertemuan antara pimpinan Komisi V, dan sejumlah Kapoksi di Komisi V DPR dengan Sekjen Kemenpupera Taufik Widjojono. "Tidak ada, tidak ada," kelit Muhidin sembari berupaya menerobos kerumunan awak media.
Padahal, usai diperiksa sehari sebelumnya, Taufik mengakui adanya pertemuan tersebut. Taufik pun tak membantah pertemuan informal pada 14 September 2016 itu membahas usulan atau program aspirasi anggota Komisi V DPR dalam bentuk proyek-proyek untuk masuk APBN 2016. Pernyataan Taufik sejalan dengan surat tuntutan terhadap Dirut PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Selain Taufik, dalam surat tuntutan itu disebutkan pertemuan itu dihadiri oleh pejabat Kempupera lainnya seperti Hasanuddin dan Wing Kusbimanto. Sementara dari DPR, selain Muhidin hadir pula Ketua Komisi V DPR Fahri Djemi Francis, Wakil Ketua Komisi V DPR Michael Wattimena, Lasarus, Yudi Widiana.
Disinggung mengenai hal ini, Muhidin pun meminta awak media untuk mengonfirmasi kepada Taufik. "Itu urusan Sekjen (Kempupera), tanya sekjen," katanya.
Diketahui, KPK telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek Kempupera. Tujuh tersangka itu terdiri dari tiga legislator DPR, yakni Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar, dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN. Selain itu, terdapat nama Amran Hi Mustary selaku Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) IX wilayah Maluku dan Maluku Utara; Dirut PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir; dan dua orang rekan Damayanti, Julia Frasetyarini dan Dessy A Julia. Dari tujuh tersangka, baru Abdul Khoir yang telah menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Abdul Khoir didakwa bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred memberi suap kepada pejabat di Kempupera dan sejumlah anggota Komisi V DPR. Total uang suap yang diberikan Abdul kepada para penyelenggara negara itu sebesar Rp 21,38 miliar, SGD1,67 juta, dan US$ 72.700.