Anggota Komisi VI DPR, Bambang Haryo Soekartono meminta PT Pertamina bertanggung jawab. Itu terkait kebijakan Pertamina menjual bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan nonsubsidi, lebih mahal dari harga normal. Karena itu, Bambang mendesak Pertamina menjelaskannya kepada masyarakat, ke mana hasil penjualan BBM yang mahal itu disalurkan.
"Kalau tidak bisa mempertanggungjawabkannya, berarti Pertamina merampok hak rakyat," tuding Bambang, dalam siaran persnya, Selasa (7/6).
Selain itu, Pertamina juga menjual BBM subsidi lebih mahal dari harga BBM nonsubsidi.
"Ini menjadi temuan yang sangat ironis. Pertamina telah mematok solar subsidi Rp 5.150 per liter, sementara solar nonsubsidi (industri) hanya dijual Rp 4.500 per liter oleh PT Patra Niaga, anak perusahaan Pertamina," beber Bambang.
Politikus Partai Gerindra ini membandingkan harga BBM dengan Malaysia. Di mana harga RON 90 (setara Pertalite), di Malaysia hanya 1,2 ringgit atau Rp 3.892 per liter. Sementara harga Pertalite di Indonesia Rp 7.100 per liter.
Untuk Pertamax Plus (RON 95), dijual seharga Rp 8.450 per liter, sedangkan Petronas Malaysia menjualnya 1,7 ringgit atau Rp 5.514 per liter.
"Pertamina mengambil keuntungan terlalu besar dari selisih harga jual tersebut. Apalagi dari selisih harga BBM subsidi dan nonsubsidi. Apabila konsumsi normal Solar sekitar 30 ribu kiloliter per hari, berarti uang subsidi Solar yang disedot Pertamina mencapai Rp 49,5 miliar per hari atau Rp 17,8 triliun per tahun," ungkap Bambang.