Anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate mengatakan temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas belanja barang dan modal di Kementerian Keuangan tahun 2013-2014 harus ditindaklanjuti. Sebab, dalam temuan BPK terdapat pengadaan yang tak sesuai rencana dan diduga menimbulkan potensi kerugian negara. Menurut Johnny, BPK dapat meneruskan hasil tersebut ke aparat penegak hukum.
"BPK mempunyai hak untuk menyelesaikan hasil temuan BPK ini. Untuk investigasi awal BPK bisa menggandeng kepolisian atau kejaksaan," ujar Johnny, Kamis (9/6).
Sebenarnya, hasil audit BPK terhadap perbelanjaan Kemenkeu tahun 2014 telah disampaikan oleh anggota DPR periode 2009-2014. Untuk itu, Johnny menegaskan, temuan tersebut harus dipastikan kembali. "Ini harus dicek lagi untuk mengetahui ada tidaknya tindak pidana harus ditindaklanjuti," ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Achmad Hafisz Tohir mengatakan, temuan BPK tersebut merupakan indikasi adanya penyalahgunaan anggaran. Karena itu, Hafisz meminta, Kemenkeu melakukan koreksi. "Jika tidak dilakukan koreksi, maka dapat menjadi urusan hukum," kata dia.
Sebelumnya, Direktur Center for Budget Analiysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, mengungkapkan, sebagai bendahara dan pengelola keuangan negara, Kemenkeu boros serta cenderung manipulatif dalam membelanjakan anggarannya sendiri.
Pengadaan yang tak sesuai rencana, lebih bayar dan barang yang mubazir tak terpakai, diyakini menimbulkan potesi kerugian negara yang tidak sedikit. Aparat hukum diminta untuk menidaklanjuti ketidakwajaran yang ditemukan dari hasil pemeriksaan dari BPK.
"Langkah langkah yang harus diambil oleh aparat hukum seperti KPK atau Kejaksaan adalah segera memanggil Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkau untuk segera diperiksa secara intensif dan focus,” kata Uchok, Selasa lalu.
Uchok menjelaskan, setelah mencermati hasil pemeriksaan BPK, pada belanja barang dan belanja modal di lingkungan Sekretaris Jenderal dan Ditjen Perbendaharaan Tahun Anggaran 2013-2014 ditemukan banyak hal yang tak wajar. Misalnya saja, ditemukan pemborosan sebesar Rp 13,22 miliar untuk sembilan pengadaan dengan nilai kontrak sebesar Rp 43,52 miliar.
Kemudian kelebihan pembayaran sebesar Rp 4,88 miliar untuk enam pengadaan dengan nilai kontrak sebesar Rp 35,15 miliar. BPK juga menemukan adanya pengadaan barang tidak sesuai spesifkasi kontrak sebesar 725,75 juta untuk satu pengadaan dengan nilai kontrak sebssra Rp 5,32 miliar. Juga ada potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp 466,5 juta untuk satu pengadaan dengan nilai kontrak Rp 8 miliar.
Lebih jauh ia mencontohkan, ada pengadaan barang berupa anti virus McAffe sebanyak 24.000 lisensi. Dari 24.000 lisensi ini hanya sebanyak 10.056 lisensi yang digunakan sampai 29 Sseptember 2014. Hal yang sama juga terjadi dalam pengadaan lisensi microsoft office professional plus sebanyak 1500 lisensi. Tapi yang baru dipakai sebanyak 10 lisensi, dan belum dimanfaatkan sebanyak 1.490 lisensi.
Kemudian, dalam pengadaan mesin jilid kawat untuk Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan tahun 2013 senilai Rp.1, 9 miliar yang dilaksanakan oleh CV. PP, diketahui terdapat 5 item barang optimal yang belum ada atau tersedia.
Kabiro Humas BPK Yudi Ramdan Budiman sebelumnya mengatakan, pemborosan yang dimaksud adalah pengadaaan yang dilakukan Kemenkeu, namun manfaat yang diterima tidak sesuai dengan yang direncanakan awal.
"Misalnya saja pembayaran lisensi software tahunan tidak dimanfaatkan dan adanya kemahalan harga dari penetapan HPS (harga perkiraan sendiri),” tuturnya.