PRAKTIK katabelece yang dilakukan Wakil Ketua DPR Fadli Zon berpotensi masuk ke ranah korupsi. Pasalnya, tindakan politikus Gerindra itu bertujuan mendapatkan fasilitas negara dengan menyalahgunakan kewenangan.
"Katabelece itu bentuk penyalahgunaan wewenang dan konflik kepentingan, bisa menjurus ke korupsi. Praktik katabelece yang menguntungkan diri sendiri, keluarga, atau kelompoknya, jika dilakukan pegawai negeri atau penyelenggara negara, melanggar UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, juga melangar kode etik," papar Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono, kemarin.
Menurutnya, apabila katebelece berkaaitan dengan penerimaan uang, barang, potongan harga, atau fasilittas tertentu, itu dapat menjadi gratifikasi yang masuk kategori suap. Namun, perbuatan yang dilakukan Fadli Zon membutuhkan pendalaman fakta lebih jauh apakah masuk ranah korupsi atau tidak. "Begitu juga untuk ranah etika, kita simak dulu proses di MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan)," ucapnya.
Ia meminta seluruh penyelenggara negara berhati-hati dalam menjalankan wewenang. Jangan sampai disalahguunakan untuk mendapatkan fasilitas yang tidak seharusnya didapatkan oleh pribadi, keluarga, ataupun kelompoknya.
Menurut Giri, KPK berupaya menghentikan praktik penyelewenangan wewenang melalui katabelece. Pihaknya melalui Direktorat Gratifikasi telah bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri untuk mencegah fasilitas negara digunakan di luar wewenang pejabat negara.
"Prinsip kerja sama dengan Kemenlu ialah tidak memberi dan menerima gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," jelasnya.
Ketua MKD Surahman Hidayat menyatakan pihaknya belum menangani laporan dugaan pelangaran etik yang dialkukan Fadli Zon. Pasalnya, MKD belum menerima laporan terkait dengan katabelece Fadli Zon. "Pimpinan MKD belum terima laporannya," ucapnya.