MARKAS Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) didesak untuk mengusut tuntas skandal pembelian senjata dari Amerika Serikat yang diduga melibatkan anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).
Kasus itu terungkap dari pengakuan seorang anggota US Army Audi Sumilat yang didakwa menyelundupkan senjata oleh pengadilan setempat.
Sumilat divonis lima tahun penjara dan denda sekitar Rp3 miliar karena menjual senjata kepada anggota Paspampres.
"Pengakuan tersebut perlu dipastikan lebih dahulu kebenarannya. Tapi intinya, kasus tersebut perlu diusut tuntas oleh pihak TNI," tegas anggota Komisi I DPR, Charles Honoris, melalui rilis pers yang diterima wartawan, di Jakarta, kemarin.
Politikus PDIP itu yakin anggota TNI tidak sembarangan membeli senjata ilegal untuk keperluan dinas.
Apalagi, anggaran untuk pembelian senjata sudah jelas dianggarkan pemerintah dan diketahui DPR.
Dia berharap Mabes TNI dan kesatuan Paspampres menyelidiki dan mengklarifikasi informasi tersebut agar kasus itu tidak menjadi isu liar.
"Isu pembelian senjata ini bukan hanya persoalan jual beli senjata ilegal, melainkan juga mencoreng citra TNI dan Indonesia di mata dunia internasional," paparnya.
Anggota Komisi I lainnya, Effendi MS Simbolon, mengungkapkan sejauh yang ia ketahui, semua alutsista baik berat maupun ringan untuk keperluan TNI, termasuk Paspampres, selalu melalui pengadaan yang legal.
"Namun, kita juga mengetahui pada waktu lalu ada beberapa jenis alutsista yang spesifik dibeli dan diadakan melalui jalur khusus/rahasia," jelasnya.
Untuk kasus senjata ringan yang diduga digunakan Paspampres, kata dia, itu bisa jadi merupakan inisiatif sebagai koleksi pribadi personel Paspampres yang dibeli langsung dari AS pada saat kunjungan Presiden ke AS.
"Hal ini lumrah terjadi."
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Tatang Sulaiman mengatakan pembelian senjata itu legal.
Hasil pemeriksaan Pusat Polisi Militer TNI tidak menemukan penyalahgunaan.