KESAN lembaga kepresidenan yang menomorduakan masalah kemacetan dan pejabat negara lain di periode Idul Fitri 2016 tak bermasalah dari sisi ketatanegaraan.
Sementara itu, dari etika adat ketimuran, itu bisa jadi mengundang tanda tanya walaupun permintaan maaf datang beberapa hari kemudian.
Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, mengatakan secara kelembagaan, Presiden Jokowi tak memiliki kewajiban untuk meminta maaf atas kesusahan masyarakat yang belum bisa diatasi.
Contohnya, horor kemacetan di masa mudik Lebaran di pintu keluar Tol Brebes Timur alias Brexit.
Terlebih, Wapres Jusuf Kalla, sebagai salah satu representasi dari lembaga kepresidenan, pada Selasa (12/7), sudah menyampaikan permintaan maaf.
"Betapa pun memang secara kelembagaan (kepresidenan) ada satu figur yang terbuka meminta maaf, akan bagus sekali Presiden sendiri yang menyatakan. Misalnya, 'kepada keluarga korban, kami minta maaf, keadaan kita sebagai bangsa kita masih begini. Ini di luar kendali normal'. Ini akan elok sekali walaupun tidak maaf pun tidak ada yang salah dari sisi tata negara. Kalau sisi politik, etika macam-macam bisa jadi ada masalah," papar Margarito saat dihubungi, Minggu (17/8).
Namun, permintaan maaf pun tak cukup.
Baginya, pembenahan kemacetan di periode arus mudik-balik Lebaran harus diselesaikan di lapangan.
Selama ini, kemacetan itu sudah jadi agenda rutin sejak lama.
Pemerintah mestinya sudah bisa memprediksi dan mencari solusinya.
"Katanya kan akan solusinya akan membangun dua-tiga jalur tol lagi dan ini tidak mungkin dalam setahun. Pasti tahun depan macet lagi," ujar Margarito.
Hal sama juga terjadi saat Jokowi tidak hadir di rumah duka Ketua KPU Husni Kamil Manik.
Jokowi lebih memilih melanjutkan agenda Lebaran di Solo.
Baginya, secara konstitusional, Presiden tak melanggar aturan apa pun.
Jokowi pun sudah datang ke kediaman almarhum di kompleks KPU Pejaten, Jalan Siaga Raya, Pejaten Barat, Jakarta Selatan, Senin (11/7), atau empat hari setelah Husni wafat.
Kantong Prabowo
Dalam dua kali periode Idul Fitri, Jokowi ternyata mendatangi kantong suara lawannya di Pilpres 2014 lalu, Prabowo Subianto.
Di tahun pertama, Jokowi mengunjungi Aceh.
Tahun ini, Presiden mengunjungi Sumatra Barat.
Dua provinsi itu merupakan penyumbang suara signifikan bagi Prabowo, Ketua Umum Partai Gerindra.
Namun, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan kunjungan singkat Presiden, yang amat mungkin jadi petahana pada 2019, tak akan menggoyahkan pilihan warga di kedua provinsi itu jika Prabowo kembali maju.
"Kunjungan sekali-dua kali tidak akan banyak berpengaruh, apalagi kader kami di daerah masih solid dan kompak," kata Dasco saat berbincang lewat telepon,