Penculikan atau penyanderaan terhadap warga negara Indonesia (WNI) kembali terjadi. Pada Jumat (6/8), seorang nelayan WNI bernama Herman bin Manggak diculik orang tak dikenal di wilayah Kinabatung, Sabah.
Anggota Komisi I DPR, Charles Honoris menilai pemerintah belum serius melakukan kesepakatan tiga negara yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina untuk mengamankan titik-titik rawan perampokan serta pembajakan. Sebab, sampai detik ini masih terjadi penculikan di wilayah perbatasan.
"Sampai detik ini kesekapakatan baru retorika belaka dan ajang foto-foto saja. Belum ada realisasi karena katanya terhambat hal-hal teknis," Charles di Jakarta, Minggu (7/8).
Charles mengaku mendapat informasi adanya seorang warga negara Indonesia yang kembali menjadi korban penculikan. Sehingga hal tersebut sudah tidak bisa lagi ditoleransi perlu ada tindakan tegas dari pemerintah.
"Kesepakatan antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina untuk melakukan patroli bersama, intelligence sharing dan bantuan darurat harus segera direalisasikan," ujarnya.
Menurut dia, kesepakatan tersebut untuk menjamin keamanan di kawasan terhadap ancaman terorisme, perompakan, dan perampokan bersenjata. Kemudian, pola-pola lain seperti model eyes in the sky (kerja sama Indonesia, Malaysia, dan Singapura) di Selat Malaka yang berhasil menekan angka perompakan dalam beberapa tahun terakhir juga bisa ditiru.
Selain itu, kata Charles, Indonesia dan komunitas internasional harus menekan Filipina sebagai negara yang sudah 20 tahun lebih telah meratifikasi International Convention Against The Taking Of Hostages (Konvensi Internasional Melawan Penyanderaan) untuk berbuat lebih lagi dalam upaya mencegah dan menangani kasus-kasus penculikan dan penyanderaan di wilayah teritorialnya.
"Dalam beberapa tahun terakhir tercatat ada ratusan penculikan dan penyanderaan oleh kelompok kriminal yang berbasis di Filipina Selatan," jelas dia.