DPR membuka ruang bagi kembalinya Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) alias dana aspirasi di RAPBN 2017. Mekanisme yang tak melanggar hukum tengah dikaji. Padahal, contoh nyata korupsi dari mekanisme dana itu sudah diperlihatkan KPK.
Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyebut program semacam ini merusak sistem anggaran dan rentan korupsi. Contoh nyata ada pada kasus Damayanti Wisnu Putranti dari PDIP dan I Putu Susiaratna dari Partai Demokrat.
"Dari kasus tersebut, Fitra menganalisis bahwa dana aspirasi merupakan dana siluman yang harus segera diberantas karena sumber korupsi," cetusnya.
Ini mendesak harus segera dilakukan karena dana aspirasi biasanya mendompleng dana transfer ke daerah seperti dana alokasi Khusus (DAK), dana alokasi umum (DAU), serta dana alokasi khusus fisik infrastruktur. Berdasarkan APBN-P 2016, dana transfer ke daerah mencapai Rp276,3 triliun.
"Semua dana itu diduga didomplengi kepentingan politik dan rente. Jika rumus 7%-8% untuk transaksi korupsi, setahun kira-kira Rp22,8 triliun lenyap menjadi bancakan elite dan pengusaha. Dampaknya, rakyat semakin menderita, jalan rusak, ekonomi daerah tidak maju."
Karena itu, Fitra akan melakukan gugatan uji materi ke MK tentang UU MD3 yang masih memuat Pasal 80 huruf j tentang Dana Aspirasi Daerah Pemilihan itu.
Tahun lalu rapat paripurna DPR pernah menyepakati program UP2DP. Tiga fraksi, yakni F-PDIP, F-Hanura, dan F-Nasdem menolak. Pemerintah kemudian menolak program ini sehingga tak terlaksana.
Kembali mencuat
Usulan UP2DP itu mencuat setelah Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengungkapkan usulan pembangunan daerah pemilihan (dapil) anggota DPR pada pertemuan antara DPR, Menteri Keuangan Sri Mulyani, BPK, dan KPK di ruang rapat pimpinan DPR, kemarin.
Mekanisme yang digodok berpotensi menyerupai konsep UP2DP. "Yang jelas aspirasi itu kan di mana-mana selalu ada. Tapi, barangkali tidak se-rigid yang dulu. Yang jelas ini perlu dibicarakan. Perlu dibuat suatu ketentuan-ketentuan yang tentunya tidak melanggar undang-undang," ujarnya.
Agus enggan berandai-andai soal mekanisme dana aspirasi yang tak melanggar hukum itu. Yang jelas anggota dewan bakal tak diberi ruang untuk terlibat dalam proyek yang diusulkan daerah pemilihan itu. Pelaksanaan diserahkan kepada pemerintah.
Anggota DPR hanya menyalurkan usulan proyek dari dapilnya lewat mekanisme pembahasan di musyawarah perencanaan pembangunan mulai tingkat kelurahan hingga nasional.
"Yang penting anggota dewan itu tidak seolah-olah membawa proyek tersebut. Sehingga memang anggota dewan tidak boleh terlibat di dalam pelaksanaan pembangunan tersebut," terangnya.
Anggota Komisi XI DPR M Sarmudji pun mengakui UP2DP bisa bangkit lagi seandainya ada kesepakatan politik antara DPR dan pemerintah. Akan tetapi, sejauh ini program itu belum disinggung secara rinci dalam pembahasan RAPBN 2017.