Begitu dikatakan anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi NasDem Yayuk Sri Rahayuningsih dalam surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Rabu (28/9).
Hal yang sama juga diutarakan Yayuk pada saat Baleg beraudiensi tentang UU Pendidikan Kedokteran dengan Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PP PDUI) di ruang rapat Baleg DPR Jakarta, kemarin.
Usul tersebut mendapatkan sambutan luar biasa dari puluhan dokter yang hadir. Yayuk bilang, dalam UU 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran, ada ketidaksinkronan dengan UU yang mengatur praktik dokter maupun UU Kesehatan sendiri.
"Intinya saya sangat UU Dikdok ini diubah karena tidak sesuai dengan dua UU lainnya," tegas wanita yang juga seorang dokter ini.
Walau begitu, legislator dapil Jawa Timur VII ini menanyakan keterlibatan para himpunan dokter dalam tiap proses penyusunan naskah akademik UU.
"Nah, ini saya ingin tanya, soal mekanisme dulu ya. Biar kita tidak suka merubah, merubah dan merubah terus. Apakah dalam penyusunan naskah akademik, baik PDUI, IDI, atau organisasi kedokteran lainnya dilibatkan gak," ujarnya.
Yayuk beralasan, jika dilibatkan, selama lima tuhan UU diberlakukan secara otomatis akan mengundang gejolak, tidak muncul baru-baru sekrang ini. Selain itu, mestinya para himpunan dokter memberikan rekomendasi pada Kemenkes atau instansi yang mengambil kebijakan.
Sementara itu audiensi Baleg dengan PP PDUI menghasilkan tiga kesimpulan. Pertama, secara filosofis, sosiologis, dan yuridis program pendidikan Dokter Layanan Primer (DLP) tidak layak dipertahankan di dalam UU Dikdok.
Kedua, legislatif perlu melakukan review secara komprehensif terhadap UU Dikdok terutama dalam peraturan terkait dokter umum/primer dan uji kompetensi dokter. Terakhir, penguatan dokter umum/primer tidak perlu dengan pendidikan formal. Tetapi cukup dengan optimalisasi CPD (continuing professional development) yang sistematis dan terstruktur.