DPR didorong untuk mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Perkoperasian [RUU-Perkoperasian] menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1992. Sebab, keberadaan UU nomor 25/1992 dirasakan belum mampun menyelesaikan soal regulasi perkoperasian.
Pembahasan RUU Perkoperasian ini merupakan tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi [MK] yang membatalkan UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Hal itu diungkapkan Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah [AAGN] Puspayoga saat menyampaikan penjelasan pemerintah kepada DPR RI, khususnya Komisi VI, di komplek Parlemen, di Senayan, Rabu [19/10/2016].
"Kami berharap semoga yang kami sampaikan pada hari ini dapat menjadi masukan kepada anggota DPR RI dalam mengadakan pembahasan dan penyempurnaan terhadap rumusan-rumusan yang terdapat dalam RUU ini," ujar Puspayoga.
Draf RUU tentang Perkoperasian ini sudah di tangan Komisi VI DPR untuk selanjutnya dibahas bersama. Menkop berharap setelah RUU ini menjadi UU, dapat menjadi landasan hukum yang mantap dalam pembangunan koperasi di masa depan. "Semoga apa yang sedang dan akan kita lakukan memberikan manfaat bagi pembangunan koperasi pada khususnya dan pembangunan pada umumnya serta mendapat ridho dari Tuhan Yang Maha Esa," tutur mantan Wlikota Denpasar ini.
Untuk memperlancar pembahasan RUU tersebut, telah membentuk Tim Pendamping yang terdiri dari lintas Kementerian/Lembaga, akademisi, dan gerakan koperasi. Selain itu penyusunannya didasarkan kajian naskah akademik.
Menyambut penjelasan Menkop, Wakil Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Demokrat Azam Azman Natawijana beranggapan keberadaan UU Perkoperasian yang baru sangat penting dalam rangka untuk mempercepat pertumbuhan koperasi di tanah air. Karena, kata dia, tidak dapat dipungkiri bahwa koperasi merupakan salah satu pilar ekonomi nasional selain swasta dan BUMN.
"Mudah-mudahan nanti dengan terbentuknya UU Perkoperasian ini bisa meningkatkan pertumbuhan koperasi di Indonesia dan juga bisa memberikan kepercayaan lebih dari pemerintah kepada Kemenkop yang dari waktu ke waktu anggarannya turun terus," tukas Azam.
Gde Sumarjaya Linggih dari Fraksi Partai Golkar menambahkan, kehadiran UU Perkoperasian yang baru sangat ditunggu-tunggu sehingga manfaatannya diharapkan benar-benar menjadi alat pemerataan kesejaheraan dan memicu timbulnya pelaku usaha baru.
"Kita dalam beberapa dekade baru untuk menimbulkan pengusaha baru sangat sulit sehingga kita ketinggalan dari negara lain di ASEAN terutama. Bahkan kita mencapai standar dari yang mestinya jumlah pengusaha," katanya.
Dia berharap, melalui penguatan koperasi dalam UU ini bakal timbul pelaku-pelaku baru yang bisa kita bersaing di MEA dalam menghadapi 'perang ekonomi'. Karena itu, mudah-mudahan kita bisa secepatnya menyelesaikan UU ini," kata Linggih dalam rapat kerja [raker] Komisi VI DPR tersebut.
Agenda berikutnya, adalah raker tentang tanggapan fraksi-fraksi. "Mudah-mudahan kita upayakan agar UU Koperasi ini nanti tidak lagi menjadi objek judicial review lagi sehingga saya kira perlu kita dalam membahas dengan melibatkan sebanyak mungkin pihak-pihak yang bergerak dalam bidang koperasi," ucap anggota Komisi VI dari Fraksi PDI Perjuangan Irmadi Lubis. Menurutnya, semua pihak harus belajar dari pengalaman pahit UU Nomor 17 Tahun 2012.