Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

PDIP yakin Pilgub DKI tak bikin koalisi partai pemerintah pecah

RUU terkait:

Isu: Pemilihan Gubernur DKI Jakarta,

Merdeka, 19-12-2016

Ketua DPP PDIP Sukur Nababan mengatakan, Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tidak akan memecah peta koalisi partai-partai pendukung pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla. Meskipun dia mengakui, partai pendukung pemerintah terpecah dalam mendukung jagonya di Pilgub DKI 2017.

Perpecahan itu terlihat saat PDIP, Golkar, NasDem dan Hanura memilih mendukung pasangan Basuki T Purnama- Djarot Saiful Hidayat. Sementara PKB, PAN dan PPP yang jadi bagian pemerintah mendukung Agus Yudhoyono- Sylviana Murni bersama Partai Demokrat yang posisinya sebagai penyeimbang.

"Menurut kami tidak ada korelasi koalisi-koalisian dukungan terhadap Pilkada dengan koalisi tadi. Karena bagi kami setelah Presiden selesai koalisi itu," kata Sukur saat dihubungi merdeka.com, Senin (19/12).

Menurutnya, pecah suara partai-partai pendukung pemerintah di Pilgub DKI tidak menjadi gambaran dan acuan secara keseluruhan. Meski berbeda sikap di Jakarta, namun partai-partai pendukung pemerintah masih bisa bekerja sama di daerah-daerah lain. 

"Pilkada khususnya DKI kan, kalau kita lihat pendukung-pendukung di Pilkada itu kan bisa saja hari ini di sebuah daerah tidak bareng, tetapi di daerah lain bareng," jelasnya. 

Sukur menyebut koalisi pemerintah telah akan berakhir sejak Joko Widodo terpilih menjadi Presiden pada 2014 lalu. Lagi pula soal bagi-bagi kekuasaan, lanjutnya, misal penunjukkan jajaran menteri kabinet kerja menjadi hak prerogatif mutlak dari Jokowi. 

"Ya sejujurnya kan dari dulu kami PDIP catat ini menjadi judulnya urusan koalisi itu telah selesai pada saat Presiden terpilih. Nah kita bukan sistem parlementer nah artinya urusan koalisi di dalam mengusung capres setelah selesai pemilu nah koalisi itu sudah tidak ada," tegas Sukur. 

"Dan bagi kita sebagai partai pemenang yang mengusung Presiden sederhana saja bahwa untuk memilih menteri yang membantu tugas-tugas presiden tentu itu diatur UU dan hak mutlak presiden," sambungnya. 

Sebelumnya, Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris memprediksi dinamika politik nasional tahun 2017 lebih tinggi daripada dinamika politik 2016. Hal itu dikarenakan perbedaan pandangan partai politik masih terus terjadi.

"Sebab, di 2017 akan ada Pilkada serentak, pembahasan UU Pemilu, UU MD3, saya menduga UU MD3 tidak selesai tahun ini. Yang wacana penambahan unsur pimpinan dewan tidak semua parpol setuju. Suhunya lebih panas dari 2016," kata Syamsuddin di Dieng Room, Hotel Kartika Chandra, Jl. Gatot Soebroto, Kamis, (15/12).

Syamsuddin menuturkan, perpecahan parpol pemerintah karena dukungan di Pilkada Serentak 2017 sudah terlihat jelas. Pecahnya dukungan itu tentu berdampak pada penggodokan UU di parlemen dan dukungan kepada pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. 

"Misalnya koalisi partai pendukung Jokowi-JK, saat ini dalam kasus Pilkada Jakarta pecah ke dalam dua kubu. Satu mendukung Ahok, satu dukung Agus-Sylvi. Ahok itu kita belum tahu akan ke mana ujungnya, tapi apapun hasilnya, entah Ahok menang atau kalah dalam Pilkada akan berdampak pada stabilitas koalisi pendukung Jokowi," jelas dia.

Diposting 24-05-2017.

Dia dalam berita ini...

Sukur H. Nababan

Anggota DPR-RI 2014
Jawa Barat VI