Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani menyesalkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak melakukan konektivitas dengan TNI (Tentara Nasional Indonesia) dalam mengusut kasus dugaan suap satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
“Pasal 42 UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK mengamanatkan bahwa lembaga antirusuah itu berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, penuntutan korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum,”ungkap Arsul.
Tidak hanya itu, lanjut politisi dari Fraksi PPP ini, pada tahun 2005 silam juga telah disepakati dan ditandatangani nota kesepahaman antara kedua lembaga Negara tersebut, yakni KPK dan TNI. Bahkan, dalam KUHAP juga telah ada aturan konektivitas tersebut.
“Dengan adanya sejumlah aturan tersebut, maka secara normatif memungkinkan KPK dan TNI melakukan pengembangan kasus bersama-sama. Jadi apa yang menjadi pertimbangan KPK tidak membentuk tim konektivitas kasus suap di Bakamla. Padalah hal serupa pernah dilakukan KPK dengan menjalin konektivitas dengan Kejaksaan Agung,”ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR RI lainnya, Akbar Faisal misalnya. Ia berharap lembaga yang dipimpin oleh Agus Rahardjo itu mampu berkerjasama dan berkordinasi lebih jauh dengan TNI dalam mengusut kasus Bakamla.
Beberapa waktu lalu, KPK telah menetapkan beberapa tersangka dalam kasus suap satelit monitoring di Bakamla. Diantaranya Deputi Hukum dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi, Fahmi Darmawansyah, Hardy Stefanus dan Adami Okta.