Pemerintah dan sejumlah partai besar mematok angka 20-25 persen perolehan kursi di DPR sebagai ambang batas syarat pengajuan calon presiden (presidential threshold). PKB, yang awalnya menolak, kini mengisyaratkan menerima wacana ambang tersebut.
"Setiap pembahasan UU kan ada dinamika, kompromi-kompromi juga ada. Saling share. Saya kira itu masih belum final, dan terus didalami. Tapi saat ini arahnya ke sana. (Mendukung) ya," ungkap anggota Fraksi PKB Syaiful Bahri Anshori di gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/1/2017).
Meski begitu, Syaiful menyebut keputusan PKB mendukung atau menolak belum dipastikan sampai dibacakan dalam Rapat Paripurna nanti.
"Karena memang, saya nggak bilang begitu, tapi arahnya ke sana (mendukung) walau bukannya tidak mungkin terjadi perubahan lagi, karena dinamis," ucapnya.
Lantas, apa alasan PKB mulai berubah soal presidential threshold?
"Karena kan parlemen ada threshold, masak untuk presiden nggak ada? Gimana nanti komposisinya partai-partai baru yang nggak punya parlemen? Bisa ada 20 calon presiden. Kecuali ada aturan lagi, calon-calon yang lolos di tahun lalu," jawab Syaiful.
Isyarat perubahan keputusan PKB itu cukup signifikan. Syaiful tidak menampik adanya lobi-lobi antara pihaknya dan fraksi partai lain di DPR sehingga membuat PKB kini mulai ingin bergabung dengan aspirasi soal ambang batas itu.
"Ya itu, kan ada saling share dengan partai lain, mungkin kita di situ akan gimana. Kan memang UU itu lobi-lobi. Juga dengan pemerintah. Bukan barter, tapi saling cari yang terbaiklah seperti apa," kata Syaiful.
Ada sejumlah kabar mengenai 'bargaining' atau lobi-lobi antar-fraksi DPR. Salah satunya soal penyempitan alokasi kursi DPR dari yang awalnya direncanakan 3-10 per dapil menjadi maksimal hanya 8 per dapil.
Penyempitan alokasi kursi DPR bisa berdampak pemekaran atau penambahan dapil (daerah pemilihan). Terkait dengan hal ini, PKB dikabarkan belum sepakat.
"PKB ingin dapil diperluas, melihat komposisi penduduk ya. Kita ingin ada penambahan dapil, tentunya dengan penambahan kursi," ujar Syaiful saat dimintai konfirmasi soal hal tersebut.
Penambahan dapil itu pun, menurutnya, harus disesuaikan dengan komposisi penduduk di tiap-tiap daerah. Syaiful menyebut fraksinya ingin agar konstituen di luar negeri dibuatkan dapil sendiri, terpisah dari dapil DKI, seperti yang sudah-sudah.
"Misal (penambahan) kayak Dapil luar negeri, di luar negeri kan ada berapa juta (pemilih). Kenapa tidak satu dapil? Misalnya seperti itu. Rasionallah menurut saya," tuturnya.
"Jadi dapil khusus luar negeri, kemarin kan ikut Jakarta, sekarang inginnya nggak," sambung Syaiful.
Seperti diketahui, isu ambang batas syarat pengajuan capres cukup menjadi sorotan publik. Tarik-ulur soal presidential threshold di DPR pun terbilang cukup panas.
Pemerintah sendiri setuju dengan angka 20-25 persen untuk ambang batas itu. Sebelumnya, fraksi-fraksi di DPR yang sudah menyatakan setuju adalah PDIP, Golkar, NasDem, PKS, dan PPP. Sedangkan yang masih menginginkan presidential threshold 0 persen adalah PAN, Gerindra, Hanura, dan PKB, yang kini mengisyaratkan akan setuju. Adapun Fraksi Partai Demokrat menyatakan masih ingin mengkaji terlebih dahulu.