Pimpinan DPR akan menyurati Presiden Joko Widodo mengenai keberatan terhadap pencegahan Setya Novanto keluar negeri. Pencegahan itu dilakukan KPK terkait kasus e-KTP.
"Kesimpulannya kami akan bersurat kepada presiden. Inti keberatan itu adalah, keberatan kami, akhirnya menjadi keberatan DPR atau keberatan Bamus, bahwa tindakan pencekalan kepada ketua DPR telah tidak mempertimbangkan hal-hal yang ada," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dalam jumpa pers di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/4/2017). Fahri didampingi Wakil Ketua DPR Fadli Zon.
Fahri mengatakam keputusan tersebut diambil dalam rapat badan musyawarah (Bamus) DPR yang diikuti seluruh fraksi kecuali Hanura dan Demokrat. Menurut Fahri, situasi saat ini memerlukan sikap yang kompak serta kelembagaan secara resmi.
"Karena kami ingin mengambil satu sikap, yang bukan sikap rapim saja, tetapi paling tidak sikap Bamus, sehingga bisa mewakili keterwakilan semua fraksi di DPR," kata Fahri.
Keputusan tersebut berawal dari surat Fraksi Golkar yang menyampaikan nota protes mengenai pencegahan tersebut.
Fahri mengatakan jabatan Setya Novanto sebagai ketua DPR memiliki posisi penting dalam struktur ketatanegaraan. Apalagi berdasarkan UU, Ketua DPR menjalankan fungsi diplomasi yang massif.
"Kita tahu ada banyakk forum internasional yang kadang-kafang tidak bisa diwakili anggota atau pimpiann dewan yang lain, seperti akhir bulan ini akan ada pertemuan antara pimpinan parlemen negara-negara industri yang di dalamnya ada Indonesia, Meksiko, Australia. Itu biasanya dihadiri pimpinan dewan. Dengan status cekal ini, maka Pak Novanto tidak bisa pergi," ujar Fahri.
Fahri juga menyebutkan adanya undangan dari beberapa parlemen negara-negara Arab dalam rangka menindaklanjuti kunjungan Raja Salman ke DPR
"Nah ini adalah hal-hal yang tentunya pencekalan ini menyebabkan tidak saja ketua DPR tidak bisa melaksanakan tugasnya, tetapi juga mencoreng nama Indonesia khususnya DPR dalam kancah diplomasi internasional," kata Fahri.