Komisi I Minta Semua Pihak Majukan Industri Pertahanan

Wakil Ketua Komisi I DPR TB. Hasanuddin meminta agar semua pihak ikut andil dalam memajukan industri strategis pertahanan dalam negeri, khususnya mendukung langkah PT. Dirgantara Indonesia mengkombinasikan kemampuan yang ada.

"Di PT Dirgantara Indonesia tidak hanya bicara industri strategis pertahanan saja namun industri lain seperti angkutan udara," kata TB. Hasanuddin dalam diskusi "Penguatan Alutsista Melalui Transfer Teknologi" di Persroom DPR, Jakarta, Rabu (26/4/2017).

Menurut politisi PDI Perjuangan itu, PT. DI sudah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam pengembangan produk-produk Alutsista. TB. Hasanuddin mengatakan selama ini PT. DI sudah menjalin kerjasama dengan beberapa negara seperti Spanyol dan Boeing serta Heli dengan negara Eropa.

"Jadi begini awasi saja, kalau ada kekurangan kecurangan yang dilakukan 'partner' kita tegakkan secara hukum tapi tidak perlu dibunuh pelan-pelan," ujarnya.

Sementara itu, pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie juga berharap agar dalam industri pertahanan Indonesia harus ada auditor teknologi, agar lebih transparan. Sebab, selama ini masyarakat hanya menerima informasi satu arah soal kemajuan industri pertahanan RI, tanpa bisa diverifikasi kebenarannya oleh masyarakat umum.

"Tidak adanya Auditor Teknologi yang mampu menjadi tolak ukur terhadap Industri Pertahanan kita, menjadi penyebab utama terus berpolemiknya persoalan Alutsista di Indonesia," ujar Connie dalam diskusi di DPR RI, Jakarta, Rabu (26/4/2017).

Pernyataan itu dibenarkan Mantan Menteri Riset dan Teknologi, Muhammad AS Hikam yang juga menjadi pembicara di acara yang sama.

Menurut Hikam, selama ini industri pertahanan RI seperti PT Dirgantara Indonesia, PT Dahana, PT Pindad dan lainnua, selalu mengklaim telah mencapai kemajuan.

"Namun masyarakat tak ada akses dan tolak ukur yang dapat dijadikan pembanding dan penentu kewajaran. Jadi seolah kita diminta percaya saja pada klaim yang dipublikasikan," ungkap Hikam.

Senada dengan Hikam, Connie mencontohkan, tidak adanya Audit Teknologi terhadap PT Dirgantara Indonesia, membuat setiap adanya penawaran kerjasama dari produsen alutsista selain Airbus kepada PT Dirgantara Indonesia, selalu dilihat sebelah mata.

"Tidak adanya Audit Teknologi, PT DI demi menjaga monopoli Airbus, selalu berlindung di balik wacana adanya upaya asing mematikan BUMN unggulan kita," ujar Connie.

Ia melanjutkan, Airbus cuma beri PT DI izin lisensi selama 40 tahun kerjasama. Sementara ke RRC, Airbus beri kerjasama ToT 100%.

"Kenapa PT DI manut saja 40 tahun kerjasama dengan Airbus, cuma dapat izin License. Ini aneh. Ada apa PT DI tetap senang sebagai Franchisee?" Tanya Connie.

Seperti diketahui, RI sedang menerima sejumlah tawaran kerjasama Transfer of Technology (ToT 100%) datang dari beberapa pihak. Bahkan termasuk dari merk papan atas dunia yang siap membagi 100% teknologi canggihnya ke RI.

"Tapi seolah mentah karena PT DI selalu menuding tawaran ToT 100% sebagai cara asing membunuh industri pertahanan RI,” tegas Connie.

Diposting 27-04-2017.

Dia dalam berita ini...

Tb. Hasanuddin

Anggota DPR-RI 2014
Jawa Barat IX