Komisi III DPR menyoroti penanganan polisi dalam mengawal aksi-aksi demonstrasi. Anggota Komisi III dari Fraksi PKS Aboe Bakar Al Habsyi menilai, polisi telah melakukan diskriminasi dalam menangani unjuk rasa aksi bela Islam dan aksi bakar lilin pendukung Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok). Aboe menganggap, polisi sangat tegas kepada umat Islam, namun sangat longgar menangani aksi dari pendukung Ahok.
"Sampai ada yang bilang Tito Islam tidak sih? Ada pak pertanyaan seperti itu. Masyarakat menilai polisi tegas kepada umat Islam, lembek ke yang lain," kata Aboe dalam rapat kerja bersama Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/5).
Aboe mencontohkan, polisi tidak membubarkan aksi yang digelar pendukung Ahok di depan Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur padahal berlangsung hingga larut malam. Sementara, polisi terkesan cepat mengambil tindakan saat ormas keagamaan menggelar aksi.
"Misalnya saya ditanya kenapa aksi yang digelar di berbagai daerah sampai malam dibiarkan oleh polisi, misalnya di Cipinang dibiarkan sampai tengah malam. Sedangkan aksi bela Islam sudah disemprot gas air mata," tegasnya.
Belum lagi, kata dia, dalam aksi pengadangan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah oleh LSM-LSM di depan Bandara Sam Ratulangi, Manado. "Seakan-akan polisi kok diam? Tapi saya yakin tidak diam," tutur Aboe.
Menanggapi hal ini, Tito membantah jajarannya melakukan diskriminasi penanganan antara demonstrasi aksi bela Islam dengan pendukung Ahok. Menurutnya, polisi telah tetap mengedepankan prinsip persamaan di muka hukum dalam mengawal setiap aksi demonstrasi.
"Pada penanganan aksi, prinsipnya kita mengedepankan equality before the law persaman di muka hukum. Kemudian memang saat aksi pasca putusan Basuki ada reaksi dri sejumlah masyarakat dalam bentuk kegiatan aksi pembakaran lilin, bunga dan lain-lain," ungkapnya.
Dalam mengawal demonstrasi, Tito mengklaim Polri telah menjalankan tugas sesuai pasal 15 UU nomor 9 tahun 1998 dan Peraturan Kapolri nomor 7 tahun 2011. Dalam aturan itu diatur ketentuan penyampaian pendapat di muka umum di luar ruangan hanya sampai pada pukul 18.00 WIB. Sedangkan di dalam gedung hanya diperbolehkan sampai pukul 22.00 WIB.
"Nah dalam rangka kegiatan ini kita tetap bersandar pada ketentuan unjuk rasa itu merupakan hak masyarakat yang diatur UU. Di antaranya adalah batas wktu 18.00 WIB di luar gedung dan dalam gedung 22.00 WIB," jelas dia.
Selain itu, Mantan Kapolda Metro Jaya ini mengklaim anggotanya melakukan pendekatan persuasif dalam mengawal aksi demonstrasi sebelum mengambil tindakan koersif atau pembubaran massa.
"Namun dalam pembubaran tersebut tidak langsung dengan mekanisme upaya paksa tapi persuasif terlebih dulu kalau tidak bsa diikuti kita koersif atau pembubaran paksa. Kalau kita lihat saat aksi lilin banyak wanita ibu-ibu sehingga kita mendepakan polwan untuk negosiasi," klaimnya.
Bukti polri tidak membedakan penindakan, lanjutnya, dari tindakan pembubaran aksi bakar lilin pendukung Ahok di sejumlah daerah, semisal di Pekanbaru, Jambi, Palembang dan Jakarta.
"Ada tambahan waktu dan setelah dibubarkan dengan baik tapi ada juga yang paksa seperti di Pekanbaru, Jambi, Palembang, Jakarta di PT kemudian di semprot water canon dan lain-lain," bebernya.