Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan,jual beli status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) bisa merusak tata kelola keuangan negara.
Bambang menyampaikan hal itu menanggapi kasus suap auditor BPK dalam penentuan status WTP terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT. Praktik suap untuk mendapatkan penilaian positif dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bisa merusak tata kelola keuangan negara, karena hasil pemeriksaan dan penilaiannya berpotensi menyesatkan.
"Predikat WTP itu menyesatkan karena merusak tatakelola keuangan negara. Berarti, ada praktik jual-beli predikat hasil pemeriksaan BPK," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya, yang diterima di Jakarta, Minggu (28/5/2017).
Politisi Golkar ini menyatakan, BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara atau lembaga dan badan lain yang mengelola keuangan negara. Dalam menjalankan fungsi ini, BPK berwenang meminta keterangan atau dokumen dari setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara serta badan lain.
"Kalau auditor BPK manipulatif karena menerima uang suap, laporan hasil pemeriksaan pun pasti tidak jujur atau sarat kebohongan. Akibatnya, gambaran tentang tata kelola keuangan negara menjadi amburadul, karena benar-salah atau untung rugi menjadi sulit ditelusuri," ucapnya.
Menurutnya, suap untuk mendapatkan predikat WTP dari BPK adalah modus pelaku suap untuk menutup-nutupi suatu tindakan penyimpangan atau korupsi anggaran. Ini adalah model lain dari praktik korupsi berjamaah. Kalau modus ini tidak dihentikan, kata Bambang, maka korupsi di Tanah Air sangat sulit diperangi.
Sebab, korupsi berjamaah ternyata dilakukan secara sistematis, dan bisa ditutup-tutupi secara sistematis pula oleh peran dan tipu muslihat para auditor BPK.
"Bukan tidak mungkin modus pemeriksaan dan penilaian seperti pada kasus Kemendes PDTT juga terjadi di kementerian/lembaga (K/L) lain," tandasnya.