Anggota Komisi III DPR RI Adies Kadir menegaskan, ada beberapa alasan fraksinya menolak dengan tegas keberadaan pasal 31 ayat 2 dalam Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim yang kini tengah digodok di Komisi III DPR RI.
Pasalnya, lanjut Adies menilai, keberadaan pasal tersebut khususnya ayat 2 sangat tidak senafas dengan semangat dunia peradilan yang notabenenya tak boleh diintervensi kepentingan apapun termasuk kepentingan politik.
"Kenapa pasal 31 ayat 1 RUU Jabatan Hakim ini banyak ditentang oleh sebagian masyarakat dan oleh Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI). Pertama, karena bertentangan dengan putusan MK No. 6/PUU-XIV/2016 yang telah menyatakan inkonstitusional periodesasi pada jabatan Hakim," terang Wakil Ketua MKD itu saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (24/06/2017).
Selain itu, kata dia, fraksi Golkar juga kurang sepakat adanya kemungkinan durasi jabatan hakim/hakim agung bisa dievaluasi sewaktu-waktu berdasarkan kesepakatan politik di DPR.
"Kedua, periodesasi jabatan hakim/Hakim Agung atau kocok ulang belum pernah ada di seluruh dunia yang menerapkannya, karena Hakim dan hakim Agung bukan merupakan penyelenggara peradilan politik," ungkap Legislator dapil Jatim itu.
Ketiga, sambung dia, kalau hal ini diterapkan, tentunya akan mengancam independensi Hakim maupun Hakim Agung dalam melaksanakan fungsinya dalam memutus perkara dan dapat membuka peluang intervensi extra judisial baik secara langsung maupun tidak langsung.
Jika mengacu pada pendapat Ketua Mahkamah Agung Canada Beverly McLachlin, kata Adies, yang bersangkutan menyatakan "jika ada periodesasi dalam jabatan hakim maka masyarakat menjadi tidak percaya terhadap putusannya karena di curigai putusan yang bersangkutan adalah mencari selamat agar diperpanjang untuk jabatan periode berikutnya".
"Saya lebih setuju hakim Agung dipilih hanya satu kali saja, biarkan mereka bekerja dengan tenang tanpa ada intervensi, biarkan mereka menjadi hakim yang mandiri," ujarnya.
"Kalau mereka melanggar kode etik hakim atau berprilaku tidak baik, biarkan Komisi Yudisial (KY) yang bertindak sesuai dengan tugas dan kewenangannya yang dituangkan dalam UUD 45 pasal 24 B ayat 1," pungkasnya.
Seperti diketahui, sejumlah elemen masyarakat termasuk IKAHI menolak keberadaan pasal 31 ayat 2 dalam RUU Jabatan Hakim yang saat ini tengah digodok Komisi III DPR RI.
Penolakan terjadi karena dalam pasal tersebut dikhawatirkan independensi hakim/hakim agung akan menjadi abu-abu jika ada ketentuan periodesasi atau kocok ulang hakim/hakim agung yang tidak performance dalam menjalankan tugasnya.