Perppu No.1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang telah ditetapkan DPR menjadi UU, haruslah berkeadilan dan komprehensif untuk kepentingan nasional. Catatan kritis atas Perppu ini juga sudah disampaikan saat dalam pembahasan di Komisi XI DPR.
Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan dalam rilisnya yang diterima Parlementaria, Kamis (27/7/2017), menyatakan bahwa komitmen saling menukar informasi keuangan secara otomatis di antara negara-negara anggota peserta Automatic Exchange of Financial Account Information (AEOI) dapat dipahami untuk mendukung penerimaan pajak negara.
“Kami berpendapat bahwa undang-undang yang sangat penting tersebut haruslah bersifat berkeadilan, komprehensif yang menampung berbagai hal untuk kepentingan nasional,” tandas Anggota F-Gerindra tersebut.
Seperti diketahui, sebelum terbitnya Perppu ini sudah ada UU No.11/2016 tentang Pengampunan Pajak yang sudah disahkan untuk mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan sekaligus perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi.
Dijelaskan Heri, seiring penetapan Perppu ini, akan dilanjutkan dengan mempercepat pembahasan revisi UU No.16/2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah disampaikan Presiden RI melalui surat Nomor R-28/Pres/05/2016 tanggal 4 Mei 2016 yang ditujukan kepada Ketua DPR RI. Yang paling krusial dalam pembahasan Perppu tersebut adalah batasan saldo yang mengacu kepadaCommon Reporting Standard yang dikeluarkan oleh Organization for Economic and Cooperation Developmen (OECD), sebagai bagian dari perjanjian internasional dengan 35 negara anggota.
Batasan saldonya adalah USD 250.000 atau setara Rp3.3 milyar (kurs Rp13.300) dan adanya sistem yang terintegrasi antara NPWP dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam bentuk sistem identitas tunggal guna membedakan antara WNI dan WNA. Sembilan fraksi di Komisi XI menyetujui dan menerima dengan catatan atas Perpu No.1/2017 itu. Perppu ini sendiri, kata Heri, tidak bisa diperbaiki, diubah, apalagi ditambah. DPR hanya dapat menerima atau menolak.
“Untuk itu, kami berpendapat dan mengusulkan agar pengaturan-pengaturan masalah yang sangat penting ini secara komprehensif perlu disempurnakan dan tidak dilakukan dengan Perppu atau mengganti dengan Perppu yang lebih berkeadilan dan komprehensif. Sekali lagi tidak dengan Perppu ini, tetapi dimasukan di dalam RUU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) sebagaimana sudah direncanakan,” imbuhnya.