Tiga tahun program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ternyata masih menyisakan banyak persoalan. Program JKN dinilai belum mampu memberikan kemudahan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay memaparkan tiga hal yang diwaspadai oleh Komisi IX dalam rangka menjaga keberlangsungan JKN. Tiga hal yang dimaksud tersebut adalah permasalahan pendataan, pembiayaan, dan pelayanan.
Permasalahan inilah yang dibahas oleh Komisi IX DPR beserta para mitra kerjanya dalam seminar dengan ‘Optimalisasi Strategi Demi Keberlanjutan Program JKN’ di salah satu hotel di Slipi, Jakarta, Selasa (6/2/2018).
“Dari awal kami selalu mewaspadai tiga hal dalam rangka menjaga keberlangsungan JKN, karena bagaimanapun harus kita akui JKN ini penting dan bagus untuk masyarakat kita. Yang pertama adalah sistem pendataan,” kata Saleh.
Politisi F-PAN itu berharap dari pendataan JKN dilaksanakan dengan valid dan faktual. Jadi, menurut Saleh jangan sampai ada masyarakat yang sebetulnya tidak layak mendapat bantuan, tapi malah mendapatkan bantuan. Atau sebaliknya yang mestinya dapat ternyata tidak dapat.
“Dan menurut pantauan kami, di lapangan itu masih banyak terjadi. Menurut pengakuan dari BPJS Kesehatan yang dipaparkan dalam seminar ini, ada hampir 22 juta orang yang bermasalah seperti itu. Bayangkan kalau 22 juta orang ini kan ada kaitannya dengan penganggaran dan pembiayaan,” ungkap Saleh.
Kewaspadaan Komisi IX yang kedua adalah soal pembiayaan. Karena sistem pendataannya yang kurang baik, lalu berimbas pada pembiayaanya. Akhirnya negara harus mengalokasikan anggaran untuk membiayai 22 juta orang yang tidak tepat sasaran.
“Kalau itu sakit semua, lalu operasi semua dan memiliki penyakit kronis, itu kan biayanya besar. Itu yang menyebabkan setiap tahun selalu defisit,” duga Saleh.
Kemudian yang ketiga adalah soal pelayanan. Menurut politisi dari dapil Sumut itu, pelayanan adalah kunci. Ia memaparkan jika pelayanan kesehatan bagi peserta JKN benar, maka bisa membuat masyarakat datang sendiri untuk mendaftarkan secara mandiri untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan dan JKN.
“Tapi kalau sebaliknya, jika mereka tidak dilayani dengan benar bisa jadi masyarakatnya malas ikut mendaftar jadi peserta. Karena orang melihat pelayanan yang diberikan BPJS kesehatan ini dinomorduakan oleh rumah sakit. Jadi seolah-olah kalau datang ke rumah sakit dengan membawa kartu BPJS, itu minder langsung,” jelasnya.
Karena itu sistem pelayanan menjadi penting, pemerintah harus menyiapkan rumah sakit dengan fasilitas kesehatan yang mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Sehingga masyarakat datang ke rumah sakit langsung mendapat pelayanan tidak menunggu lama.