Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mendukung perkembangan industri pertahanan dalam negeri, karena dapat memunculkan nilai tambah bagi bangsa Indonesia, seperti penyerapan tenaga kerja dan perputaran ekonomi nasional.
“Jika BUMN tidak bisa, akan lebih baik ajak para pelaku industri pertahanan swasta agar bisa dikerjakan di dalam negeri,” kata Bamsoet, panggilan akrabnya, saat membuka acara Rapat Umum Anggota Luar Biasa Perhimpunan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) di Jakarta, Rabu (21/2/2018).
Ia mengungkapkan, selama ini DPR selalu memberikan anggaran yang senantiasa bertambah setiap tahunnya untuk pertahanan dan keamanan yang dibahas di Komisi III untuk TNI dan Polri. “Kebutuhan ini, kita inginnya pihak swasta juga bisa memenuhi kebutuhan pertahanan dalam negeri,” lanjutnya.
Saat ditanya mengenai apakah ada revisi UU Pertahanan dalam hal penambahan porsi untuk BUMS untuk pengelolaan ini, Bambang mengatakan belum ada pengajuan sampai saat ini.
“Kalau pun ada, silakan saja. Karena UU itukan sumbernya ada dua, inisiatif DPR dan dari pemerintah. Kalau instansi masyarakat berarti masuknya ke DPR, silahkan saja bikin kajian akademisnya, baru nanti kita bahas di DPR dan kita mengundang para praktisi dan para ahli,”jelasnya.
Politisi F-Golkar ini mengkritik perlakuan khusus yang diberikan kepada BUMN dalam pembuatan alutsista. Namun kenyataannya, sebagian besar tidak dibuat di dalam negeri. “Saya dapat informasi, hampir 80 persen peralatan pertahanan impor namun sampai ke Indonesia hanya ganti merek. Kita tidak boleh membohongi diri sendiri,” ujarnya.
Bambang melanjutkan, saat ini kekuatan militer Indonesia masuk dalam 14 besar di dunia dan diyakini bisa masuk 10 besar, namun harus ditopang dengan dana yang besar.
“Anggaran pertahanan Indonesia tiap tahun terus meningkat, di APBN 2018 alokasinya senilai Rp 107 triliun, dan Rp 15 triliun dialokasikan untuk membeli alutsista,” katanya.
Ia mengingatkan, kalau Indonesia terus bergantung pada alat pertahanan dari luar negeri maka kekuatan pertahanan bisa terukur, karena data-data pembelian alutsista terekam pihak asing. Oleh karena itu, Bamsoet mengingatkan agar industri pertahanan swasta nasional bisa diberikan ruang lebih luas, karena banyak yang sudah mampu memproduksinya secara mandiri.
“Saya salut setelah melihat pameran Pinhantanas. Ternyata kita mampu membuat alat pertahanan sendiri seperti kapal tempur bawah laut, industri bom, dan mobil jihandak. Padahal setahu saya pengadaannya untuk Polri diimpor dari luar negeri,” katanya.