Anggota Komisi V DPR RI Bambang Haryo Soekartono mengaku tidak setuju terkait rencana perluasan Bandara Ngurah Rai, Bali. Alasannya, karena faktor geologi.
Sebab, terang dia, di selatan Bali terdapat garis-garis patahan Asia-Australia yang sewaktu-waktu efeknya dapat mengguncang dan merusak sarana prasarana bandara.
"Ada tiga patahan di Jawa Bali, dan salah satu yang terbesar itu di selatan Bali. Maka waktu itu saya usulkan ke Kemenhub (Kementerian Perhubungan) dan Angkasa Pura I untuk membangun bandara di utara, yang direncanakan di Buleleng," ungkap Politisi Gerindra itu di Jakarta, Rabu (04/04/2018)
Dijatakan Bambang, pembangunan bandara di utara Bali sangat potensial. "Pertama, daerah utara Bali lebih aman dari gempa ketimbang selatan karena dilindungi Gunung Agung. Kedua, jika terjadi letusan, biasanya sangat dipengaruhi arah angin, timur ke selatan atau barat ke utara," bebernya.
Dengan dua bandara, Bambang menyebut salah satunya juga bisa dijadikan alternatif jika sewaktu-waktu terjadi erupsi Gunung Agung.
Pasalnya, bandara di Pulau Dewata harus selalu terjaga karena kebanyakan pelancong berasal dari mancanegara, dan Bali sering menjadi tempat event-event internasional.
Ketiga, lanjut dia, lalu lintas di selatan Bali terlampau padat.
Karenanya, legislator Gerindra itu mendesak, pembangunan Bandara Bali Utara segera direalisasikan untuk menyeimbangkan pembangunan Bali selatan dan utara.
Berdasarkan data yang ada, terdapat 41 ribu keluarga miskin di Bali utara.
"Kemenhub seharusnya sudah menentukan penlok, karena ini sudah direncanakan dari zamannya Pak Harto. Pesan saya ke Menhub atau Kabinet Jokowi, jangan dulu mengerjakan yang tidak prioritas," tandasnya.
Selain itu, Bambang menambahkan, pembangunan Bandara Bali Utara bisa diintegrasikan dengan pelabuhan yang erat kaitannya dengan logistik.
"Alhasil, truk-truk bisa dialihkan lewat utara dan volume jalan di selatan Bali bisa terurai," pungkasnya.