Kebijakan Afirmatif Pemerintah Ditunggu Pengemudi Ojek Daring

Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemy Francis menegaskan, kebijakan afirmatif pemerintah terkait regulasi transportasi daring (online) sangat ditunggu masyarakat, khususnya pengemudi ojek online.

Hal itu ia ungkapkan usai beraudiensi dengan Forum Peduli Transportasi Online Indonesia (FPTOI) dan Gabungan Aksi Roda Dua Indonesia (Garda) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (23/4/2018).

“Sebenarnya ini persoalan lama, kita ingin adanya kebijakan afirmatif pemerintah. Pemerintah tidak bisa menutup mata, tidak boleh diam karena ini sudah bergulir selama 3 tahun,” ungkap Fary.

Anggota Dewan Fraksi Gerindra itu mengatakan, sebagai tindaklanjut audiensi tersebut, Komisi V akan menggelar Rapat Kerja dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada Rabu (25/4/2018) mendatang. Rapat tersebut akan membahas tuntutan dari para driver ojek online.

“Saya kira pelaku dan pemerhati tegas meminta kejelasan dari pemerintah, karena mereka merasa dimanfaatkan aplikator. Kita juga akan undang aplikator, apakah pemerintah mau diam saja, ini bukan persoalan baru loh, sudah 3 tahun selalu disampaikan,” paparnya.

Menurut Fary, setidaknya ada tiga tuntutan para pengemudi ojek online yang disampaikan. Pertama, perlindungan atau payung hukum bagi ojek online sebagai bagian dari sistem transportasi publik.

Kedua, adanya rasionalisasi tarif atau penetapan standar tarif bawah sebesar Rp3.000- Rp4.000 per kilometer dengan metode subsidi dari perusahaan aplikasi. Ketiga, status yang jelas bagi driver ojek online, apakah sebagai mitra atau pekerja, karena selama ini driver transportasi daring merasa dieksploitasi dan sering mengeluarkan kebijakan sepihak tanpa mediasi dengan driver ojek online.

“Kami dipaksa ambil semua orderan yang masuk, padahal kami ini mitra bukan pekerja,” ujar  perwakilan FPTOI yang juga sebagai pengemudi ojek online, Krisna. Krisna juga mengeluhkan, selama ini para pengemudi ojek berbasis aplikasi tidak pernah dilibatkan dalam menentukan tarif.

Sementara itu, salah satu driver ojek online, Ahmad Syafii mengatakan, legalisasi menjadi penting karena akan menjadi pintu masuk aturan main yang jelas dan mengikat. Mengingat, tak jarang pihak aplikator yang dinilai memberatkan driver, sebab sering melakukan perubahan aturan tarif secara sepihak.

“Ini menjadi dilema buat kami, karena di satu sisi kami perlu beroperasi secara legal dan di sisi lain aplikator tidak mau melegalkan usaha mereka. Negara harus hadir dalam mengatur masalah ini, karena faktanya negara juga hadir mengambil keuntungan dari bisnis ini. Insentif kami dipotong 6 persen, tapi kok mereka seolah lepas tangan. Kami hanya ingin keberadaan kami diakui dan hidup dengan aturan yang mengikat,” imbuhnya.

Sebelumnya, FPTOI termasuk driver ojek online telah melakukan dua kali aksi damai, yakni pada tanggal 23 November 2017 dan 27 Maret 2017. Namun, kedua aksi tersebut tidak menghasilkan suatu kesepakatan dan aksi nyata pemerintah.

Pada aksi kedua, perwakilan massa termasuk driver ojek online telah bertatap muka dengan Presiden Joko Widodo, tetapi hingga saat ini juga belum membuahkan hasil berupa payung hakums serta kenaikan tarif ojek online.

Usai melakukan audiensi, Fary didampingi Anggota Komisi V lainnya, diantaranya Bambang Haryo dan Nur Yasin menemui pengemudi ojek online yang menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI sejak siang hari. 

Diposting 24-04-2018.

Mereka dalam berita ini...

Nur Yasin

Anggota DPR-RI 2014
Jawa Timur IV

Bambang Haryo S.

Anggota DPR-RI 2014
Jawa Timur I

FaryDjemy Francis

Anggota DPR-RI 2014
Nusa Tenggara Timur II