Ombudsman Republik Indonesia harus segera menjelaskan secara terbuka kepada publik terkait temuan tentang dugaan serbuan tenaga kerja asing (TKA) ilegal ke Kendari, Sulawesi Tenggara. Merujuk keterangan Ombudsman, dalam sehari 70 persen penumpang penerbangan menuju Kendari merupakan warga negara asing (WNA) asal Tiongkok yang menggunakan visa kunjungan wisata, sedangkan sisanya melalui jalur laut.
"Saya minta kepada Ombudsman jika memiliki data, agar dibuka dan diserahkan kepada Komisi IX dan III DPR agar alat kelengkapan dewan tersebut dapat segera memanggil pihak-pihak terkait untuk mendapat penjelasan dan klarifikasi serta mendapatkan solusi permanen terkait penanganan TKA,” kata Ketua DPR RI Bambang Soesatyo beberapa saat lalu (Kamis, 26/4).
Mantan ketua Komisi III DPR itu mendesak Ombudsman membuka temuan itu. Dalam pandangan Bamsoet, temuan Ombudsman itu cukup mengejutkan.
“Saya juga berharap agar kita semua bijaksana dalam melihat keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia. Data yang diungkap Ombudsman, kalau itu benar memang cukup mengejutkan. Ombudsman harus mampu membuktikan hal tersebut," tegasnya.
Legislator Golkar itu tak menampik adanya TKA dari berbagai negara yang bekerja secara ilegal di Indonesia. Namun, Bamsoet meyakini angkanya tidak banyak dan sudah ditindak oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi maupun aparat hukum lainnya.
Bamsoet justru mengajak masyarakat tak perlu khawatir soal isu serbuan TKA. Sebab, faktanya tidak seperti yang digembar-gemborkan selama ini.
"Keberadaan TKA ilegal tak hanya dihadapi Indonesia. Berbagai negara lain juga menghadapi hal serupa. Kita tak perlu khawatir karena saya yakin Ditjen Imigrasi sudah bekerja profesional. Aparat dan perangkat hukum kita juga sangat tegas menindaknya," tutur Bamsoet.
Bambang juga menepis anggapan yang menyebut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing menjadi sebab membanjirnya TKA ilegal ke Indonesia. Bamsoet lantas mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
"Jumlah ini relatif kecil dibandingkan pengiriman tenaga kerja kita ke berbagai negara lain. Misalnya, pekerja kita di Hong Kong ada 160 ribu pekerja, di Malaysia ada 2,3 juta pekerja. Data World Bank, ada sekitar 9 juta WNI yang juga menjadi TKA di berbagai negara lain," terang Bamsoet.
Karena itu Bamsoet membela kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah menerbitkan Perpres 20/2018. Sebab, pemerintah melalui perpres itu justru memberikan kepastian terhadap perbaikan iklim investasi di Indonesia tanpa menghilangkan syarat kualitatif dalam memberikan perizinan bagi TKA.
"Terkait izin TKA, Perpres hanya menyederhanakan birokrasi perizinan agar bisa cepat dan tepat tanpa mengabaikan prinsip penggunaan TKA yang selektif. Sehingga prosesnya tidak berlarut-larut. Kalau birokrasinya bisa cepat, kenapa harus diperlambat," demikian Bambang.