Wakil Ketua Komisi VI DPR, Inas Nasrullah, mengatakan pihaknya bakal meminta klarifikasi dari Menteri BUMN Rini Soemarno dan Direktur Utama PLN Sofyan Basir terkait pembicaraan antara keduanya mengenai bagi-bagi saham ataupun fee proyek.
Sedangkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan, jika pembicaraan Rini dan Sofyan yang beredar luas itu benar adanya, berarti ada yang tidak mematuhi perintah Presiden Joko Widodo untuk tidak membawa-bawa keluarga dalam proyek pemerintah maupun BUMN.
"Saya ingat yang dikatakan Pak Jokowi ketika beliau mempersiapkan menteri. Dia mengatakan, seluruh menteri harus bekerja keras mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dan tidak boleh ada campur tangan keluarga," kata Hasto di Jakarta Barat, Minggu (29/4/2018).
Hasto mengaku sudah mendengar rekaman pembicaraan yang diduga antara Rini Soemarno dan Sofyan Basir. Pembicaraan itu membahas fee proyek dan membawa bawa nama keluarga.
Menteri BUMN Rini Soemarno seharusnya tidak membawa keluarga dalam pembahasan proyek.
"Perintah Bapak Jokowi terlebih kepada Menteri BUMN untuk tidak melibatkan keluarga itu sudah seharusnya dipatuhi dan sebagai perintah untuk menjadikan BUMN betul betul sebagai BUMN. Di rekaman disebutkan nama keluarga beliau, bagi kami tentu saja ini hal yang tidak sesuai perintah Presiden," katanya.
Wakil Ketua Komisi VI DPR, Inas Nasrullah menjelaskan, pemanggilan Rini dan Sofyan akan dilakukan untuk mengklarifikasi beredarnya rekaman yang diduga merupakan pembicaraan antara Rini dan Sofyan.
"Setelah reses, Komisi VI akan memanggil Dirut PLN dan Menteri BUMN untuk meminta klarifikasi rekaman tersebut," kata Inas di Jakarta, Sabtu (28/4/2018).
Rekaman itu adalah pembicaraan melalui telepon yang diduga membicarakan pembagian fee proyek Pertamina dan PLN. Pembicaraan itu juga menyebut nama Ari.
Sejauh ini, belum ada penjelasan langsung dari Rini dan Sofyan mengenai materi pembicaraan tersebut.
Menurut Inas, akan sulit mendapat penjelasan terkait masalah ini dari tingkat direksi BUMN.
Maka dari itu, Komisi VI akan langsung memanggil Rini dan Sofyan untuk memberi penjelasan.
"(Direksi) Tidak akan ada yang berani mengeluh karena mengeluh berarti dipecat," kata anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura tersebut.
Rekaman percakapakan yang diduga antara Rini Soemarno dan Sofyan Basyir beredar sejak Jumat (27/4/2018).
Dalam rekaman itu, Rini dan Sofyan berbicara mengenai "bagi bagi saham" yang menurut Sofyan, masih terlalu kecil.
Padahal, PLN, cukup berjasa. Sofyan juga menyebut nama Ari. Namun tidak terungkap siapa Ari tersebut.
Tak jelas pula, untuk apa PLN memperebutkan saham perusahaan yang sudah difasilitasi tersebut. Percakapan tersebut diunggah dalam dua video.
Namun, dalam video kedua, ada kalimat Sofyan yang hilang.
Berikut isi percakapan Rini (RS) dan Sofyan (SB),
RS: Ya, ya. Kemarin ngomong sama bapak kemarin, yang penting ginilah, udahlah, sebaiknya yang harus ambil ini dua, Pertamina sama PLN. Jadi dua duanya punya saham lah pak, begitu.
SB: Dikasih kecil kemarin saya bertahan Bu, ya kan beliau ngotot. "Gimana sih Sof, katanya. Loh, pak, ini kan kalau gak ada PLN kan bapak gak ada juga semua bisnis."
RS: ....sama PLN...
SB: PLN... Waktu itu saya kan ketemu Pak Ari juga, Bu. Saya bilang, Pak Ari, mohon maaf, masalah share ini kita duduk lagi lah Pak Ari.
RS: Saya terserah bapak bapak lah, saya memang kan konsepnya sama sama Pak Sofyan
SB: Betul
Tanggapan atas rekaman itu datang Sekretaris Kementerian BUMN, Imam Apriyanto Putro.
Imam menilai rekaman percakapan Rini dan Sofyan yang beredar di masyarakat, telah diedit sedemikian rupa.
Pihak yang melakukan editing hendak memberikan informasi yang salah dan menyesatkan kepada masyarakat.
"Kementerian BUMN menegaskan bahwa percakapan tersebut bukan membahas tentang 'bagi bagi' saham sebagaimana yang dicoba digambarkan dalam penggalan rekanan suara tersebut," papar Imam seperti dikutip dari Kontan, Minggu (29/4/2018).
Imam mengatakan, memang benar bahwa Rini dan Sofyan melakukan diskusi mengenai rencana investasi proyek penyediaan energi yang melibatkan PLN dan Pertamina.
Percakapan ini sudah terjadi setahun lalu.
Menurut dia, dalam diskusi tersebut, baik Rini maupun Sofyan memiliki tujuan yang sama, yaitu memastikan bahwa investasi tersebut memberikan manfaat maksimal bagi PLN, bukan membebani PLN.
"Percakapan utuh yang sebenarnya terjadi ialah membahas upaya Dirut PLN Sofyan Basir dalam memastikan bahwa sebagai syarat untuk PLN ikut serta dalam proyek tersebut adalah PLN harus mendapatkan porsi saham yang signifikan," sebut Imam.
"Sehingga PLN memiliki kontrol dalam menilai kelayakannya, baik kelayakan terhadap PLN sebagai calon pengguna utama, maupun sebagai pemilik proyek itu sendiri," tambah dia.
Imam menyatakan, dalam percakapan itu, justru Menteri Rini menegaskan hal yang utama ialah BUMN dapat berperan maksimal dalam setiap proyek yang dikerjakan. Sehingga, BUMN dapat mandiri dalam mengerjakan proyek dengan penguasaan teknologi dan keahlian yang mumpuni.
Proyek penyediaan energi ini pada akhirnya tidak terealisasi, karena memang belum diyakini dapat memberikan keuntungan optimal, baik untuk Pertamina maupun PLN.
"Kami tegaskan kembali bahwa pembicaraan utuh tersebut isinya sejalan dengan tugas Menteri BUMN untuk memastikan bahwa seluruh BUMN dijalankan dengan dasar Good Corporate Governance (GCG)," kata Imam.
Terkait dengan penyebaran dan pengeditan rekaman pembicaraan yang jelas dilakukan dengan tujuan untuk menyebarkan informasi yang salah dan menyesatkan kepada masyarakat, Kementerian BUMN akan mengambil upaya hukum untuk mengungkapnya.