Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

Anggota MPR: Impor Beras Jilid II Menyakitkan Hati Petani

Anggota MPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Junaidi Auly menyayangkan masuknya beras impor saat petani tengah menyambut panen raya di berbagai daerah di Indonesia. 

 

Hal ini tidak mencerminkan bahkan bertentangan dengan nilai-nilai keadilan sosial yang terkandung dalam Pancasila.

 

"Kebijakan pemerintah terkait impor beras jilid II ini sangat menyakitkan hati para petani kita. Bagaimana tidak, petani sedang panen raya lalu pemerintah malah impor beras, semangat berpancasilanya patut dipertanyakan karena ini tidak menguntungkan petani kita," kata Junaidi saat dihubungi di Jakarta, Selasa (5/6/2018).

 

Seperti diketahui, pemerintah melalui Kemendag telah mengeluarkan izin impor beras jilid II ini sebanyak 500 ribu ton dari total 1 juta ton yang sebagiannya telah tiba Januari lalu. 

 

Padahal, data pangan Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa kebutuhan beras dari Mei-Juni 2018 adalah 5,3 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri 8,1 juta ton, sehingga masih terjadi surplus beras sebanyak 2,8 juta ton. 

 

"Pemerintah harusnya tunjukkan keberpihakannya ke petani kita dengan tidak gampang mengeluarkan izin impor beras, kalau beras impor masuk ini akan berdampak pada harga beras lokal yang bisa merugikan petani kita," ujarnya.

 

Selain itu, Junaidi mempertanyakan komunikasi dan koordinasi antar kementerian dan lembaga pada pemerintahan saat ini.

 

"Ketidaksamaan sikap lembaga pemerintah dalam mengambil kebijakan dalam kasus impor beras ini menunjukkan komunikasi pemerintahan yang bobrok, Kementan dan Bulog menolak impor, tetapi Kemendag sangat getol menyatakan kita harus impor, ini contoh komunikasi yang buruk dan pemerintah harus mengakui dan segera memperbaikinya," jelasnya.

 

Ke depan, lanjut Junaidi, pemerintah harus mensinergikan data-data terkait kebutuhan, produksi pangan, dan data lainnya agar setiap kebijakan yang diambil pemerintah bisa lebih sesuai dengan kondisi real saat ini. 

 

"Jangan seperti sekarang, tiap lembaga punya data sendiri yang berbeda-beda terhadap objek yang sama, pemerintah harus memiliki data tunggal yang kredibel, dan terbuka untuk publik," ucapnya.a

Diposting 06-06-2018.

Dia dalam berita ini...

A. Junaidi Auly

Anggota DPR-RI 2014
Lampung II