Warga Kampung Bandarejo, Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran, Surabaya akan terus berjuang demi mendapatkan hak mereka sesuai peraturan perundang-undangan. Apalagi mereka tinggal di kampung di pesisir pantai ini sudah turun temurun sejak nenek moyang mereka.
Selama ini, warga Bandarejo tinggal dengan memenuhi kewajibannya sebagai pihak yang menempati lahan. Total lahan ada sekitar 300 hektare yang kini berupa pemukiman dan tambak.
"Selama ini kami membayar pajak. Ada pula yang tanahnya sudah punya setifikat dan ada pula yang masih petok D," ucap Khadijah, warga RW 03, Selasa (7/8/2018).
Kenyataan ini yang juga bikin kaget Ketua Komisi A DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto. Usai meninjau lokasi kampung, dia menyebutkan ada peluang warga dalam posisi yang kuat.
"Warga berpeluang besar menempati lahan Bandarejo," kata Herlina.
Hal senada disampaikan anggota Komisi A DPRD Surabaya Luthfiyah. Dia prihatin atas terbengkalainya sengketa tanah Bandarejo.
"Kami tidak tinggal diam. Tidak boleh ada janji-janji lagi dalam penyelesaian polemik ini," kata Luthfiyah.
Kasubsi Pendaftaran Tanah Badan Pertanahan Nasional (BPN) II Surabaya, Andika Putranto yang juga hadir dalam dialog dengan warga tersebut mengatakan, sebenarnya pihaknya tidak berani berbuat apa-apa, sebelum semua masalah menjadi jelas.
“Antara subjek harus sesuai kepemilikan dan kepenguasaannya harus sama. Sedangkan ini belum sama," kata Andika.
Tidak Kaget
Komandan Lantamal V TNI AL Laksma Edwin saat dikonfirmasi mengaku tidak kaget dengan upaya warga mengadu ke DPRD Surabaya. Dikatakan, persoalan sengketa lahan ini masalaah klasik dan sudah sampai ke DPR RI.
Persoalan bermula saat warga yang menempati lahan itu harus direlokasi, karena itu merupakan lahan pertahanan militer. Namun pada tahun 1954 itu warga gagal direlokasi hingga saat ini. Edwin berani memastikan sesuai peta bahwa Bandarejo masuk basis pertahanan TNI AL.
"Saat ini yang dibutuhkan adalah solusi terbaik untuk kedua belah pihak. Sebenarnya, sudah ada solusi, Pemprov Jatim siap membangunkan bangunannya. Namun lahan disediakan pemkot. Tapi Pemkot selalu menghindar," kata Edwin.
Dikatakan, saat ini TNI AL memang membatasi perkembangan kampung Bandarejo. Edwin menyebut warga yang ada cukup 200 kepala keluarga (KK). Bangunan juga dibatasi dulu. Jika ada yang mau membangun rumah di luar yang 200 KK itu, maka dilarang, tegasnya.