Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Soepriyatno meminta pemerintah untuk tetap melindungi produsen rokok yang menggunakan cara tradisional atau manual, yang menggunakan tenaga kerja ibu-ibu, bukan tenaga mesin. Pasalnya, jika perusahaan itu beralih ke mesin, maka akan terjadi pengangguran besar-besaran.
Dengan beralih ke mesin maka ribuan tenaga kerja terancam pengangguran. Ada kurang lebih tujuh ribu tenaga kerja akan terhapus,” tandasnya usai memimpin Tim Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi XI DPR RI meninjau proses produksi Sigaret Kretek Tangan (SKT) PT. Anugrah Mutiara Luhur Indonesia yang memproduksi rokok Sampoerna di Jombang, Jawa Timur, Jumat (12/10/2018).
Selama kunjungan, Tim Kunspek Komisi XI DPR RI didampingi Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret (MPS) Joko Wahyudi, Sekjen Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia Saiduddin Zuhri, HM Sampoerna, Gudang Garam, Direktur Cukai, Direktur PPS, Kakanwil Jatim, dan sejumlah mitra kerja Komisi XI DPR RI.
Tim Komisi XI DPR RI melihat langsung proses produksi dari awal hingga akhir pengemasan, dan berkesempatan berbincang dengan sejumlah para pegawai yang sedang melakukan proses pelintingan, pengguntingan ataupun pengepakan rokok kretek tersebut.
Lebih lanjut, Soepriyatno melihat, industri rokok di Tanah Air banyak terdapat permasalahan. Mereka menghadapi tantangan dari dunia kesehatan, di sisi lain banyak petani tembakau, petani cengkeh yang harus dihidupi juga. “Ada sisi dilematis, maka harus ada keseimbangan dalam penyelesaiannya,” tuturnya.
Bagi Komisi XI DPR RI, sambung legislator Partai Gerindra ini, adalah memastikan industri rokok harus menyerap tembakau dan cengkeh dari Indonesia.
“Kalau dikatakan bahwa sigaret kretek mesin ternyata banyak disukai konsumen, apalagi menggunakan produk lokal berupa tembakau dan cengkeh dari dalam negeri. Meski penerimaan cukai kecil, tapi industri hulunya bagus, tembakau dan cengkeh petani bisa diserap dan pada gilirannya menciptakan lapangan kerja,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret (MPS) Joko Wahyudi meminta kepada pihak-pihak yang mendiskreditkan persoalan rokok, dimana peringatan bahwa rokok dapat membunuh, agar bisa berhenti meresahkan masyarakat. “Karena menurut saya, jika rokok itu menakutkan ada hal lain yang lebih mematikan, yakni gula juga bisa membunuh dengan berbagai penyakit,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, pihaknya berharap kepada pemerintah mengenai cukai harus pada strata dan harus ada perbedaan tarif peta cukai antara Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT), karena di strata penghasilanya tertentu sangat berbeda. Jika tarif cukai harus disamakan, ini akan menjadi bumerang sekali bagi industri kecil.
Di Jawa Timur sendiri penerimaan cukai Jatim memperoleh kurang lebih Rp 90,5 triliun dari target Bea Cukai sekitar Rp 175 triliun. Jika di rata-rata persen mencapai 51,7 persennya diperoleh dari Provinsi Jatim. Sementara postur Nota Keuangan RAPBN TA 2019 pemerintah menerapkan penerimaan perpajakan sebesar Rp 1781,0 triliun, terdiri dari Rp 1.572,3 triliun penerimaan pajak dan penerimaan Bea dan Cukai sebesar Rp 208,7 triliun.