RUU Jabatan Hakim dinilai penting untuk segera disahkan. Keberadaan RUU Jabatan Hakim diyakini bisa meminimalisir tindak kecurangan pada hakim. Salah satunya lewat pengawasan yang lebih ketat dengan pemaksimalan peran Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT), Rabu (28/11) dini hari. OTT dilakukan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Terdapat hakim, panitera, hingga pengacara yang diamankan dalam OTT itu. Seluruhnya dikabarkan ditangkap saat tengah melakukan praktik suap atas sebuah kasus perdata.

Ketua DPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, DPR akan memaksimalkan pembahasan RUU Jabatan Hakim. Ia menargetkan RUU itu akan selesai dibahas dan bisa disahkan sebelum masa jabatan DPR tahun 2014--2019 berakhir.

"Soal UU Jabatan Hakim sedang dibahas di komisi 3. Sebenarnya saya dengan ketua komisi 3 sudah ada pembicaraan untuk segera menyelesaikan pembahasan UU itu sekurang-kurangnya sebelum masa jabatan berakhir," ujar Bamsoet, di gedung DPR, Jakarta, Kamis, (29/11).

Ia berharap keberadaan UU itu kelak dapat membuat kinerja hakim semakin meningkat. Meski tidak menjamin sepenuhnya bisa menghilangkan tindak kecurangan pada penegak hukum.

Bamsoet juga mengatakan, dirinya telah meminta pada Komisi III DPR untuk melakukan rapat dengan Mahkamah Agung (MA) guna membahas soal pengawasan pada hakim. Karena saat ini, banyak yang menilai kinerja MA tidak maksimal dalam mengawasi para hakim.

Selain itu, ia juga mengimbau agar koordinasi antara MA dengan Komisi Yudisial (KY) dalam mengawasi hakim bisa ditingkatkan. Jangan ada resistensi antara kedua lembaga dalam menerima masukan atau informasi.

"Seharusnya masing-masing pimpinan lembaga punya jiwa negarawan sehingga paham posisi dan tugasnya untuk bagaimana menyelamatkan masa depan bangsa jadi lebih baik," ujar Bamsoet.