Anggota Komisi X DPR RI Esti Wijayanti menilai keberadaan Indonesian International School of Yangon (IISY) di Negara Republik Persatuan Myanmar tidak hanya berperan sebagai sarana pendidikan, tapi juga untuk mempromosikan Indonesia dan menanamkan nilai-nilai demokrasi pada peserta didik dan pengajar yang sebagian besar adalah warga Myanmar. Ia meminta Pemerintah Indonesia, sdalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk memberikan perhatian terhadap keberadaan dan pengembangan penyelenggaraan pendidikan sekolah ini.
“Kami mengapresiasi keberadaan Indonesian Internasional School of Yangon di Myanmar ini, karena memang murid-muridnya cukup antusias. Kurang lebih dari 500 siswa dengan 46 siswa berasal dari Indonesia. Artinya masyarakat di sini menganggap bahwa sekolah tersebut mempunyai kualitas yang baik,” kata Esti saat mengunjungi IISY di Nomor 100, Lower Kyimyindine Road, Aglone Townshop, Yangon, Myanmar, Jumat (7/12/2018). Kunjungan ini dalam rangkaian Kunjungan Kerja Muhibah yang dipimpin wakil Ketua DPR RI Utut Adianto di Negara Republik Persatuan Myanmar.
IISY merupakan upaya soft power diplomacy Negara Kesatuan Republik Indonesia terbaik saat ini di Myanmar. IISY memiliki 448 peserta didik Non Warga Negara Indonesia (WNI), seperti Myanmar dan Warga Negara Asing (WNA) lainnya, dan 46 peserta didik WNI. Terkait ada pemikiran bahwa sekolah tersebut harus berada di sebuah yayasan, Esti mengatakan, pihaknya melihat regulasi yang berlaku. Hal ini karena seluruh aset yang berada di sekolah tersebut merupakan aset Pemerintah Indonesia.
“Apakah mungkin dari aset pemerintah itu bisa begitu saja dialihkan menjadi aset yayasan. Nah untuk hal itu perlu analisis dan kajian yang mendalam, supaya tidak ada kekeliruan atau pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kita memang masih memungkinkan untuk memberikan support terhadap penyelenggaraan pendidikan yang berada posisinya saat ini karena masuk di bawah Kedutaan Besar Indonesia,” ungkap legislator PDI-Perjuangan (PDIP) ini.
Tetapi, menurut Esti, pada prinsipnya sekolah itu harus bisa berkembang dan mempunyai kualitas yang baik, karena pada saat ini yang 46 siswa dari Indonesia itu juga mengikuti kurikulumnya Indonesia. Walaupun kurikulum yang dipakai belum sepenuhnya menggunakan Kurikulum 2013, sebagian masih menggunakan kurikulum yang lama, karena masih keterbatasan tenaga pendidik dan keterbatasan infrastruktur yang dimiliki.
“Nah sejauh itu masih di bawah Pemerintahan Republik Indonesia, maka tidak ada salahnya Kemendikbud mengkaji untuk bisa memberikan bantuan kepada sekolah tersebut, karena di situ juga ada anak-anak kita dari Indonesia yang berada di sekolah tersebut. Termasuk bantuan BOP (Bantuan Operasional Pendidikan) yang diberikan kan bukan untuk di luar Warga Negara Indonesia, nah maka itu perlu pertimbangan tersendiri,” papar wakil rakyat dapil Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini.
Lebih lanjut, Esti menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia perlu secara serius untuk mempertimbangkan keberadaan sekolah tersebut. Apakah akan tetap di bawah kedubes, sehingga menjadi milik pemerintah atau yayasan di bawah Pemerintah Republik Indonesia. “Badan Hukum Kepemilikan harus dibuka aturan yayasan, aturan pengalihan aset, dan yang lainnya, supaya kita tidak terjebak pada persoalan hukum,” tegas Esti.
Tetapi, yang tidak kalah penting, pesan Esti, yakni untuk tenaga pendidiknya juga perlu diperhatikan seksama, supaya mereka yang menjadi tenaga pendidik di sini tetap harus dipertimbangkan kesejahteraannya. Yang kedua materi untuk pembelajaran kepada anak-anaknya tidak boleh melepaskan akan kecintaan pada Negara Indonesia dan kebangsaan.
Pada kunjungan dan peninjauan Delegasi DPR RI ke IISY yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Utut Adianto ini juga diikuti Anggota Komisi Komisi II DPR RI Tuti N. Roosdiono (F-PDIP), Anggota Komisi VII DPR RI Tony Wardoyo (F-PDIP), dan Anggota Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka (F-PDIP). Delegasi disambut oleh Duta Besar Luar Biasa Republik Indonesia untuk Myanmar Iza Fadri, Kepala Sekolah, Para Guru dan Siswa-Siswi IISY.