Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI menghimpun masukan Rancangan Undang-Undang Energi dan Terbarukan (RUU EBT) di Universitas Hasanuddin (Unhas). Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Tamsil Linrung mengatakan, penyusunan RUU ini fokus pada laju pertumbuhan Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) agar tidak ketinggalan jauh dengan penggunaan EBTKE rata-rata dunia sebesar 9 persen.
“Sementara ini penggunaan EBTKE kita masih pada angka 2 sampai 3 persen. Kita himpun masukan dari teman-teman akademisi agar dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi pengelolaan energi EBTKE kita ke depan,” kata Tamsil usai memimpin pertemuan Tim Kunspek Komisi VII DPR RI usai pertemuan dengan para rektor, akademisi dan stakeholder terkait di Unhas, Makassar, provinsi Sulawesi Selatan, Selasa (30/1/2019).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini meminta agar akselerasi pertumbuhan penggunaan EBTKE di Indonesia bisa mengejar ketertinggalan penggunaan EBTKE di dunia. Hal ini sebagaimana komitmen yang tertuang pada Conference of Parties 21 (COP21) yang menjadi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Perubahan Iklim.
“Saya kira kalangan akademisi sangat memahami ini karena itu dia bisa memberikan masukan-masukan yang sangat bermanfaat tentang bagaimana mengelola energi EBTKE ini dengan tahapan-tahapan yang konkrit menuju pada peningkatan laju pertumbuhan energi primer ini,” jelas Tamsil.
Meskipun dari sisi perekonomian EBTKE jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan energi konvensional lain, politisi daerah pemilihan (dapil) Sulawesi Selatan ini memandang perlunya pandangan dan perspektif yang lebih komprehensif, khususnya dari sisi aspek lingkungan yang dihasilkan.
“Saya kira EBTKE ini tentu harus dilihat juga dalam perspektif yang tidak diarahkan untuk mensubsidi energi fosil. Karena itu saya kira memang harus ada peran dan komitmen dalam hal penganggaran untuk memberikan kemudahan di dalam implementasi EBTKE. Sebagai upaya terobosan inilah penyiapan perangkat kerangka hukum yang komprehensif dalam pengembangan energi diharapkan dapat menjadi pengembangannya,” tandas Tamsil.
Untuk itu melalui pertemuan ini, Tamsil berharap adanya isu-isu strategis khususnya terkait adanya insentif EBTKE yang nantinya dapat disinergikan dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini agar EBTKE bisa lebih kompetitif dengan energi konvensional lain demi mewujudkan keadlian.
“Ini perlu kita pertimbangkan, jangan sampai kita berkesimpulan bahwa energi fosil lebih efisien dan ramah lingkungan. Padahal sesungguhnya EBTKE ini merupakan investasi jangka panjang yang harus sama-sama disepakati, agar bukan semata-mata aspek perekonomian saja yang menjadi pertimbangan. Tapi juga harus dilihat dalam aspek externality cost dan aspek lingkungan yang juga sangat penting,” imbuh Tamsil.
Pada kesempatan yang sama Rektor Unhas Dwia Aries Tina Pulubuhu dalam sambutannya menekankan pentingnya komitmen antar stakeholder untuk meningkatkan penggunaan ETBKE ke depan. “Saya percaya dengan adanya UU ini nantinya aksi bersama, sosialisasi, gerakan dan penyadaran terhadap penggunaan EBTKE itu bisa menjadi tugas kita bersama,” jelasnya.
Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR turut diikuti sejumlah Anggota Komisi XI DPR RI diantaranya Nawafie Saleh (F-PG), Andi Yuliani Paris (F-PAN), dan Peggi Patricia Pattipi (F-PKB). RUU EBT merupakan inisiasi DPR RI sebagai bukti komitmen terhadap Paris Agreement, yaitu untuk menurunkan emisi karbon dan meningkatan bauran energi terbarukan mencapai 23 persen pada 2025.