Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menyebut saat ini banyak elite parpol nasionalis gadungan. Mengaku nasionalis tapi pada kenyatannya omong kosong.
Ketua DPP Partai Gerindra, Nizar Zahro menduga pernyataan Ketua Umum PSI Grace Natalie adalah sindiran ke elite partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin.
"Sepertinya Grace sedang menyindir teman-teman koalisinya yang sekarang ada di pemerintahan. Apalagi disebut sebagai nasionalis gadungan, karena diam melihat sikap intoleran. Jadi kaya nyindiri Jokowi dan parpolnya. Seperti yang terjadi pada kasus Meiliana," ujar Nizar kepada JawaPos.com, Rabu (13/2).
Adapun Meliana dipersekusi bermula saat dia keberatan terhadap pengeras suara azan dari Masjid Al Maksum Tanjungbalai, Sumatera Utara, pada 29 Juli 2016. Sehingga dia akhirnya divonis bersalah dan mejalani 18 bulan penjara.
Nah, menurut Nizar, kasus Meliana ini terjadi di pemerintahan Jokowi. Sebagai kepala pemerintahan, Jokowi harus bertanggung jawab atas segala kebijakan yang terjadi di eksekutif.
"Jadi, komitmen nasionalismenya Jokowi dan jajarannya yang harusnya dipertanyakan," katanya.
Nizar berujar, nasionalisme dahulu adalah nilai dan semangat bersama untuk mewujudkan bangsa dengan melahirkan kemerdekaan dan mengusir penjajah. Sedangkan nasionalisme saat ini adalah mengisi kemerdekaan dan mewujudkan kehidupan yang adil makmur.
"Dalam konteks inilah Jokowi gagal membawa negara ini sebagai negara yang adil dan makmur," ungkapnya.
Dalam aspek keadilan hukum misalnya. Banyak kasus yang tebang pilih. Terbaru kasus Ahmad Dhani yang ditahan akibat ujaran kebencian. Padahal, ada kasus yang lebih parah dan melibatkan pihak yang dekat dengan kekuasaan, tapi tidak di tahan.
"Padahal hukum sejatinya untuk memberikan keadilan pada semua orang. Hukum bukan untuk melindungi kawan dan memukul lawan," tegasnya.
Sehingga pantas saja Grace Natalie menyematkan label nasionalis gadungan tersebut pada Jokowi yang penuh pencitraan dan gagal melahirkan kemakmuran bagi masyarakat kelas bawah.
"Karena itulah pada 17 April nantinya, rakyat dapat mengganti Jokowi dengan Prabowo yang menurutnya memiliki nilai dam semangat nasionalisme yang sejati," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum PSI Grace Natalie menyebut ada kaum nasionalis gadungan. Ia dengan berapi-api menuding banyaknya elite yang mengaku nasionalis tetapi sebenarnya tidak.
"Nasionalis gadungan adalah semua partai politik atau orang yang mengategorikan nasionalis, tetapi ketika ada peristiwa-peristiwa intoleransi diam saja. Bahkan dalam banyak kasus justru partai-partai nasionalis yang paling rajin merancang, merumuskan sampai menggolkan perda-perda diskriminatif di hampir seluruh kabupaten/kota. Itu nasionalis gadungan," kata Grace.
Ia menyebut ada dua ancaman yang membayangi persatuan Indonesia. Yaitu keberadaan kaum intoleran yang setiap hari mengumbar kebencian. Kemudian adanya para koruptor yang melemahkan gerakan persatuan masyarakat.
Kalau ada orang menyebut dirinya nasionalis, namun di belakang masih mencuri uang rakyat, mereka lebih pantas disebut nasionalis gadungan.
"Nasionalis gadungan, bro dan sis, adalah orang-orang yang ngakunya nasionalis tapi ikut-ikutan meloloskan perda-perda agama yang diskriminatif," kata Grace.
Grace Natalie menyebut nasionalis gadungan adalah kekuatan politik tengah yang bungkam, diam seribu bahasa ketika seorang ibu, Ibu Meliana dipersekusi. Kasus Meiliana bermula saat dia keberatan terhadap pengeras suara azan dari Masjid Al Maksum Tanjungbalai, Sumatera Utara, pada 29 Juli 2016. Ia divonis 18 bulan penjara.