Bertarung di daerah pemilihan yang sarat calon petahana tak membuat Arief Patramijaya atau terkenal dengan nama Patra M Zen, gemetar. Dia percaya diri, lewat kemampuannya, masyarakat akan memilihnya.
Patra menjadi calon legislator DPR dari Partai Hanura di Daerah Pemilihan DKI Jakarta 2 pada Pemilu 2019. Dia ditempatkan di nomor urut tiga.
Bertarung di pusat ibu kota, mantan ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ini harus bisa merebut masyarakat di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan pemilih luar negeri. Total ada tujuh kursi kursi yang diperebutkan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?Happy Inspire Confuse Sad
Ada tiga gagasan utama yang ia usung. Pertama, pemenuhan hak pendidikan tinggi untuk semua. Kedua, peningkatan akses keadilan bagi masyarakat miskin, marjinal, dan terlupakan. Dan ketiga, perlindungan hukum bagi buruh atau pekerja migran.
"Hak atas pendidikan dasar telah menjadi hak dasar yang diakui secara universal. Namun, hak atas pendidikan tinggi masih menjadi perdebatan, baik di tataran teori maupun praktik," kata Patra, kepada Medcom.id, Senin, 7 Januari 2019.
Mengutip Altbach, hanya tujuh persen remaja di negara berkembang yang bisa melanjutkan kuliah. "Di era saat ini, pintar saja belum cukup kalau tidak punya uang untuk membayar kuliah," kata dia menggambarkan betapa susahnya menempuh pendidikan tinggi. Bahkan, bagi remaja di kota besar macam Jakarta.
Sebagai calon wakil rakyat, Patra berkomitmen mendorong pendidikan tinggi menjadi hak asasi manusia. "Pendidikan adalah hak bagi anak-anak dan negara harus bisa meresponnya," ucap dia.
Kerap mengadvokasi
Untuk soal bantuan hukum, Patra sudah tak asing lagi. Sudah tak terhitung advokasi yang dia lakukan saat menggawangi YLBHI. Meski begitu, masih saja banyak yang menjadi korban.
Sebut saja Tuti Tursilawati, tenaga kerja wanita (TKW) asal Majalengka, Jawa Barat, yang dieksekusi mati oleh pemerintah Arab Saudai pada 29 Oktober 2018. "Tuti dieksekusi mati di kota Ta'if, bahkan tanpa notifikasi dari Pemerintah Arab Saudi," kata dia miris.
Menurutnya, nasib dan kehidupan buruh migran belum membaik. Pada 2018, Serikat Buruh Migran Indonesia menerima 643 kasus pelanggaran hak asasi manusia yang dialami pekerja migran di luar negeri. Sebanyak 71,8 persennya adalah perempuan yang bekerja di sektor domestik atau pekerja rumah tangga.
"Problem yang nyata adalah banyak pekerja migran yang tidak mempunyai akses komunikasi untuk menghubungi keluarga di kampung halaman. Tidak sedikit ponsel mereka dirampas oleh majikannya," kata dia.
Beruntung, kata dia, ada kisah Yoga Prasetyo, anak seorang TKW asal Tulungagung, Jawa Timur. Yoga harus ditinggal sang ibunda sejak usianya dua tahun untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Singapura.
Baru-baru ini Yoga berhasil menamatkan studi S1 Sastra Inggris di Universitas Indonesia dengan predikat cumlaude dan pernah mengikuti pertukaran pelajar di Singapura dan Amerika Serikat.
"Menatap Yoga, saya melihat anak muda, cerdas dan penuh optimisme. Tak ada sedikit pun raut wajah minder atau berpikir kerdil karena dirinya lahir dari rahim sang ibu yang miskin," ucapnya menyebut alasan mengapa ia ingin memperjuangkan buruh dan pendidikan tinggi.
Dapil keras
Gagasan saja tak cukup. Dapil ini berisi banyak petahana. Beberapa di antaranya adalah Hidayat Nur Wahid (PKS), Eriko Sotarduga (PDIP), Masinton Pasaribu (PDIP), Fayakhun Andriadi (Golkar), Biem Triani Benjamin (Gerindra), Melani Leimena Suharli (Demokrat), dan Okky Asokawati (NasDem).
Belum lagi saingan dari nama-nama baru yang sudah kadung beken. Seperti Tsamara Amany (PSI), Eggi Sudjana (PAN), dan Liliana Tanaja Tanoesoedibjo (Perindo). Nama terakhir adalah istri dari Hary Tanoesoedibjo yang merupakan taipan media dan punya dana besar.
Belum lagi kenyataan bahwa pada Pemilu 2014 tak satu pun caleg Hanura yang meraih kursi DPR di dapil ini. Namun, Patra hakulyakin.
Raihan 10 kursi di DPRD DKI Jakarta pada Pemilu 2014 adalah tolok ukurnya. Saat itu, Hanura berhasil meraih 357 ribu kursi. "Artinya, basis suara pemilih Partai Hanura untuk DKI Jakarta masih besar," kata dia.
Disandingkan dengan tiga gagasan yang akan diperjuangkan, Patra yakin ia bisa meraih satu dari tujuh kursi legislatif di Senayan.
Sekilas soal Patra
Eks kader Demokrat ini bukan kader kacangan jika dilihat dari deretan pengalamannya. Patra tercatat pernah menjadi ketua Tim Perumus Rancangan UU Bantuan Hukum yang saat ini telah ditetapkan menjadi UU 16 Tahun 2011.
"Saya lahir dan besar di Pasar Minggu, Jakarta Selatan," ucap dia.
Pendidikan dasar ia tempuh di SDN 04 Pagi Rawa Bambu. Berlanjut ke SMPN 41 Ragunan dan SMAN 38 Lenteng Agung. Ia mendapat gelar Sarjana Hukum dari Universitas Sriwijaya dan penerima beasiswa the Chevening Award untuk melanjutkan studi di Universitas Essex, Inggris, hingga meraih gelar magister hukum (LL.M) untuk studi International Human Rights Law.
Ayah dari lima anak ini pernah menjadi peserta International Visitor Leadership Program di Amerika Serikat, Japan-East Asia Network of Exchange for Students and Youths (JENESYS) di Jepang, serta Innovative, Dynamic, Education and Action for Sustainability (IDEAS) Program.