Alasan opini menurut BPK RI:
Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan 5.1.4.1.5 atas Laporan Keuangan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyajikan saldo Piutang Pajak per 31 Desember 2014 senilai Rp5,46 triliun, diantaranya saldo Piutang Pajak Bumi dan Bangunan – Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) masing-masing senilai Rp4,93 triliun dan Rp20,14 miliar. BPK belum dapat meyakini pencatatan piutang PBB-P2 karena menemukan selisih data Piutang PBB-P2 yang timbul tahun 2014 menurut data akuntansi dengan data di Unit Pelayanan Pajak Daerah yaitu selisih lebih senilai Rp6,43 miliar dan selisih kurang senilai Rp41,01 miliar yang tidak dapat ditelusuri. BPK juga belum dapat meyakini saldo Piutang PKB karena tidak didukung rincian data wajib pajak dan obyek pajak. Catatan dan data yang tersedia tidak memungkinkan BPK melakukan prosedur pemeriksaan yang memadai untuk meyakini kewajaran pencatatan Piutang PBB- P2 dan PKB.
Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan 5.1.4.3 atas Laporan Keuangan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyajikan saldo Aset Tetap per 31 Desember 2014 senilai Rp341,98 triliun. BPK belum dapat meyakini saldo aset tetap karena: 1) sistem informasi pengelolaan aset tetap belum dapat menyajikan data rincian aset tetap untuk mendukung pencatatan sesuai standar akuntansi pemerintahan; 2) penambahan aset tetap pada tahun 2014 senilai Rp3,64 triliun tidak didukung dengan kartu inventaris barang secara lengkap, sebagian nilai aset pada kartu inventaris barang dicatat secara tidak rinci dan belanja pemeliharaan atas aset tetap yang menambah masa manfaat aset tidak dikapitalisasi; 3) mutasi aset antar SKPD senilai Rp111,58 miliar yang mengurangi saldo aset tetap tidak dapat ditelusuri; dan 4) penghapusan aset tetap senilai Rp168,01 miliar tidak didukung dengan SK penghapusan dari Gubernur dan rinciannya tidak dapat ditelusuri. Catatan dan data yang tersedia tidak memungkinkan BPK melaksanakan prosedur pemeriksaan yang memadai untuk memperoleh keyakinan atas saldo Aset Tetap.
Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan 5.1.4.5.3 atas Laporan Keuangan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyajikan saldo Aset Lainnya – Kemitraan dengan Pihak Ketiga senilai Rp3,58 triliun. BPK belum dapat meyakini pencatatan Aset Lainnya – Kemitraan dengan Pihak Ketiga karena: 1) tanah dan bangunan yang dikerjasamakan senilai Rp1,6 triliun dicatat tidak berdasarkan dokumen sumber yang merinci nilai aset; 2) sewa dan pinjam pakai pada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) senilai Rp492,25 miliar belum dicatat dan diamankan secara memadai. Catatan dan data yang tersedia tidak memungkinkan BPK melaksanakan prosedur pemeriksaan yang memadai untuk memperoleh keyakinan atas saldo Aset Lainnya – Kemitraan dengan Pihak Ketiga.
Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan 2.1 dan 2.2 atas Laporan Keuangan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melaporkan realisasi Belanja Operasi dan Belanja Modal pada tahun 2014 masing-masing senilai Rp27,38 triliun dan Rp10,41 triliun. BPK belum dapat meyakini pencatatan belanja yang melalui mekanisme uang persediaan karena: 1) pencatatan belanja pada 15 SKPD senilai Rp268,87 miliar tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan; dan 2) pencatatan realisasi Biaya Operasional Pendidikan (BOP) berupa Belanja Pegawai senilai Rp294,10 miliar dan Belanja Barang dan Jasa senilai Rp1,27 triliun hanya berdasar data jumlah dana yang ditransfer ke sekolah. Catatan dan data yang tersedia tidak memungkinkan BPK melaksanakan prosedur pemeriksaan yang memadai untuk memperoleh keyakinan atas belanja yang dibayarkan melalui mekanisme uang persediaan. Selain itu, sistem pengendalian belanja modal pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum memadai untuk mencegah terjadinya pemahalan harga dan kecurangan sehingga BPK menemukan pemahalan harga pada 85 paket pekerjaan pengadaan barang yang diindikasikan merugikan daerah senilai Rp214,29 miliar diantaranya mengandung unsur kecurangan senilai Rp211,34 miliar.
Menurut opini BPK, kecuali untuk dampak penyesuaian tersebut, jika ada, yang mungkin perlu dilakukan jika BPK dapat memeriksa bukti-bukti piutang pajak, aset tetap, aset lainnya- kemitraan dengan pihak ketiga, belanja barang dan jasa, belanja pegawai dan belanja modal per 31 Desember 2014 dan 2013, laporan keuangan yang disebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tanggal 31 Desember 2014 dan 2013, dan Realisasi Anggaran, serta Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan untuk tahun yang berakhir pada tanggaltanggal tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.