==JariUngu== JariUngu.com : LK Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia Tahun 2016, diaudit oleh BPK-RI

LK Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia Tahun 2016

(Catatan: File .pdf ini hanya bagian Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, Catatan atas Laporan Keuangan dan Laporan Operasional (sejak 2015). Tidak termasuk bagian Laporan tentang temuan SPI/kepatuhan)
Instansi:
Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia
Tahun: 2016.
Opini atas LK: Tidak Memberikan Pendapat

Alasan opini menurut BPK RI:

Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan B.4 atas Laporan Keuangan, LPP TVRl menyajikan Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp412,64 miliar. Atas jumlah tersebut, Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp3,44 miliar tidak diyakini kewajarannya karena tidak terdapat dokumen yang memadai atas belanja tersebut antara lain, (I) Belanja sebesar Rp 1,02 miliar tidak didukung dokumen pertanggungjawaban dan (2) pertanggungjawaban sebesar Rp2,42 miliar tidak lengkap. SeJain itu terdapat kelebihan pembayaran kepada penyedia atas pengadaan barang dan jasa sebesar Rpl,41 miliar. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang nilai tersebut di atas posisi per 31 Desember 2016. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.

Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan C.2 atas Laporan Keuangan, LPP TVR£ menyajikan Kas Lainnya dan Setara Kas per 31 Desember 2016 sebesar Rp42,83 miliar. BPK mengungkapkan penatausahaan Kas Lainnya dan Setara Kas di LPP TVRI Kantor Pusat kurang memadai yaitu, (1) nilai Kas Lainnya dan Setara Kas antara pencatatan, dokumen sumber dan hasil cash opname tidak sesuai, (2) Transaksi belanja dalam Buku Kas Umum sebesar Rp423,44 juta tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang memadai. BPK tidak dapat memperoleh bukti perneriksaan yang cukup dan tepat tentang nilai tersebut di atas posisi per 31 Desember 2016. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.

Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan C.4 atas Laporan Keuangan, LPP TVRI menyajikan Uang Muka Belanja per 31 Desember 2016 sebesar Rp29,02 miliar. BPK mengungkapkan pengelolaan Uang Muka Belanja tidak memadai yaitu, (I) variasi pencatatan nama pemanjar menyebabkan kesulitan melakukan identifikasi dan pemantauan atas penyelesaian pertanggungjawaban, (2) Uang Muka Belanja tidak dapat diidentifikasi untuk membiayai kegiatan APBN atau Non APBN, (3) Pencatatan tidak terintegrasi antara Bagian Akuntansi dan Perpajakan dengan Bagian Anggaran diantaranya terdapat selisih antara pemberian dengan pelunasan Uang Muka Belanja sebesar Rp902,13 juta. Saldo awal Uang Muka Belanja sebesar Rp26,98 miliar tidak diyakini karena penghapusbukuan sebesar Rp 17,40 miliar pada Tahun 2015 tidak didukung dengan bukti yang valid. Selain itu, mutasi Tahun 2016 sebesar Rp902, 13 juta tidak didukung pencatatan yang memadai. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.

Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan C.6 atas Laporan Keuangan, LPP TVRI menyajikan Persediaan per 31 Desember 2016 sebesar Rp4,03 miliar. Hasil Pemeriksaan BPK mengungkapkan adanya kelemahan SPI berupa tidak diselenggarakannya pencatatan mutasi persediaan secara memadai dan tidak adanya pelaksanaan stock opname atas persediaan yang berada di rnasing-masing unit kerja LPP TVRI, dan pengamanan gudang persediaan Mechanical Electrical (ME) yang tidak memadai. Hal tersebut berdampak pada (1) Barang persediaan hasil pengadaan pada LPP TVRI sebesar Rp 1,47 miliar tidak diyakini kewajarannya yaitu berupa pengadaan langsung sebesar Rp780,56 juta tidak dilaporkan dan, (2) Persediaan obat-obatan pada poliklinik dan bahan suku cadang kelistrikan pada gudang ME sebesar Rp689,85 juta tidak tercatat sebagai persediaan serta tidak diketahui penggunaan dan sisanya per 31 Desember 2016, (3) Pengamanan barang persediaan pada LPP TVRI belum memadai dan berisiko mengalami kehilangan dan kerusakaan. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang nilai tersebut di atas posisi per 31 Desember 2016. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.

Sebagaimana diungkap dalam Catatan C.8 atas Laporan Keuangan, LPP TVRI menyajikan nilai Aset Tetap Peralatan dan Mesin per 31 Desember 2016 sebesar RpI,66 triliun. Dari nilai tersebut, diantaranya laptop sebesar Rp5,09 miliar tidak diyakini keberadaannya. Selain itu, kamera sebanyak 40 I unit sebesar Rp224,2 miliar tidak diyakini kewajarannya karen a 206 unit tidak dapat ditelusuri nilainya dalam SIMAK BMN dan 195 unit tidak diketahui keberadaannya. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang nilai tersebut, karena tidak tersedia data dan informasi pada satuan kerja terkait. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diper1ukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.

Sebagaimana diungkap dalam Catatan C.15 atas Laporan Keuangan, LPP TVRI menyajikan ni1ai Aset Tak Berwujud per 31 Desember 2016 sebesar Rp4,69 miliar. BPK mengungkap kelemahan SPI yaitu tidak dilakukannya inventarisasi software komputer, tidak dilakukannya pelaporan pengadaan masing-masing unit kerja LPP TVRI Kantor Pusat atas pengadaan software komputer kepada operator SIMAK BMN, dan kurangnya pemahaman atas mekanisme pencatatan software komputer dalam Laporan BMN. Atas hal tersebut, (1) BPK tidak dapat melakukan pengujian lebih lanjut atas 29 software yang berada pada masing-masing unit kerja dan (2) karen a tidak adanya dokumen pendukung untuk rnelakukan kapitalisasi atas biaya pemeliharaan software etere sebesar Rp660 juta. BPK tidak dapat mengusulkan koreksi agar dilakukan kapitalisasi saldo ATB karen a nilai perolehan atas software tersebut tidak diketahui. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang nilai tersebut, karen a tidak tersedia data dan informasi pada satuan kerja terkait. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.

Sebagaimana diungkap dalam Catatan C.21 atas Laporan Keuangan, LPP TVRI menyajikan nilai Pendapatan Diterima Dimuka per 31 Desember 2016 sebesar Rp13,90 miliar. BPK mengungkap kelemahan SPI atas pengelolaan dan penatausahaan Pendapatan Diterima Dimuka atas jasa siaran yaitu, (I) proses penerbitan kuitansi pelunasan jasa siaran via transfer belum berdasarkan bukti transfer, (2) rekonsilisasi penerimaan jasa siaran antar pihak terkait belum dilaksanakan secara rutin, menyeluruh dan terdokumentasi dengan baik, (3) koreksi atas Penerimaan Kerjasama Pihak III pada subkelompok akun Pendapatan Diterima Dimuka tidak didasarkan pada dokumen sumber yang memadai. Hal tersebut berdampak pada saldo penerimaan diterima dimuka yang berasal dari penerimaan kerjasama dengan pihak ketiga sebesar Rp3,76 miliar tidak dapat diyakini. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang nilai tersebut, karen a tidak tersedia data dan informasi pada satuan kerja terkait. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.

Sebagaimana diungkap dalam Catatan 0.1 atas Laporan Keuangan, LPP TVRI menyajikan nilai Pendapatan PNBP Lainnya per 31 Desember 2016 sebesar Rp138,94 miliar. BPK mengungkap kelemahan pengeloiaan pendapatan jasa hasil penyewaan BMN kepada pihak ketiga (non siaran) yaitu, (I) rate card yang digunakan sebagai tarif penyewaan BMN tidak didasarkan atas kertas kerjalperhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan, (2) rekonsiliasi pendapatan jasa non siaran antara Bidang PPTNT, Sub Bagian Penerimaan, dan Bagian Akuntansi dan Perpajakan tidak dilakukan, (3) Sub Bagian Akuntansi tidak melakukan jumal penyesuaian atas pendapatan jasa non siaran per 31 Desember 2016, (4) Tidak terdapat mekanisme tertulis atas pendistribusian biaya operasionai dalam PKS penyediaan konten digital, (5) pemanfaatan menara LPP TVRI di beberapa lokasi belum memiliki perjanjian kerjasama, (6) mekanisme prosedur penyewaan menara kepada pihak ketiga belum sesuai dengan peraturan pemanfaatan BMN. Hal tersebut berdampak pada saldo Pendapatan PNBP Lainnya sebesar Rp36,94 miliar tidak diyakini. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.

“Karena signifikansi dari hal-hal yang dijelaskan dalam paragraf dasar opini Tidak Menyatakan Pendapat, BPK tidak dapat memperoieh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat untuk menyediakan suatu dasar bagi opini pemeriksaan. Oleh karena itu, BPK tidak menyatakan suatu opini atas Laporan Keuangan LPP TVRI tanggal 3 1 Desember 2016 dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut.”

 
Laporan BPK
Akses terbatas. Silahkan hubungi kami jika ingin mendapat akses ke laporan keuangan pemerintahan pusat dan daerah pada repository kami.