Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi sebagai tersangka dugaan suap terkait penyaluran dana hibah kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Tahun Anggaran 2018. KPK menduga, Imam Nahrawi telah menerima suap.
Sekretais Jenderal PKB, Hasanuddin Wahid mengaku kaget dengan penetapan tersangka Imam Nahrawai tersebut. Namun, ia mengatakan, PKB menghormati penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK.
“Iya, kami kaget, kami prihatin. Tetapi kami menghormati keputusan lembaga (KPK) itu, dan tetap kami ingin asas praduga tak bersalah dikedepankan agar kemudian hukum ditekan secara adil,” ujar Hasanuddin kepada JawaPos.com, Rabu (18/9).
Selanjutnya, PKB juga akan meminta klarifikasi terhadap Imam Nahrawi mengenai kasus ini. Partai bernuansa hijau itu juga akan memberikan pendampingkan untuk Imam Nahwari apabila dibutuhkan.
“Kami juga akan melakukan tabayun mengklarifikasi ke yang bersangkutan, memberikan pendampingkan, advokasi yang diperlukan,” katanya.
“Proses tabayun ini kami bicarakan dengan yang bersangkutan. Mohon doanya kami bisa melalui ini dengan baik,” tambahnya.
Sementara itu, mengenai posisi Imam Nahrawi di PKB, Hasanudin mengatakan partai akan mengadakan rapat internal terlebih dahulu. “Ya pasti kami akan melakukan rapat, melakukan pendalaman. Melakukan kajian yang mendalam, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan ini semua. Mohon doanya,” pungkasnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Menpora Imam Nahrawi sebagai tersangka dugaan suap terkait penyaluran bantuan kepada KONI Tahun Anggaran 2018. KPK menduga, Imam menerima uang suap terkait alokasi dana hibah KONI tersebut.
Selain Imam, KPK juga menetapkan Asisten Pribadi Menpora yakni, Miftahul Ulum. KPK pun menduga, Ulum merupakan perantara suap terhadap Imam.
“KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni Imam Nahrawi (IMR) selaku Menteri Pemuda dan Olahraga 2014-2019 dan Miftahul Ulum (MIU) selaku Asisten Pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (18/9).
Alexander menjelaskan, dalam rentang waktu 2014-2018, IMR selaku Menpora melalui MIU selaku asisten pribadinya diduga telah menerima uang sejumlah Rp 14,7 miliar terkait alokasi dana hibah untuk KONI. Selain penerimaan uang tersebut, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam selaku Menpora diduga juga meminta uang sejumlah Rp 11,8 miliar.
“Sehingga total dugaan penerimaan Rp 26,5 miliar. Uang tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora TA 2018, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam selaku Menpora,” ucap Alexander.
Atas perbuatannya, Imam dan Ulum disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.