Pemerintah tengah menyiapkan skenario memindahkan aparatur sipil negara (ASN) ke ibu kota baru pada 2024 mendatang. Di antaranya menyediakan rumah dinas bagi ASN yang dimigrasikan tersebut.
Namun demikian, Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus mengingatkan upaya pemindahan harus melihat manajemen risikonya. Artinya ada persoalan-persoalan lain saat ASN itu pindah. “Ketersediaan rumah dinas itu tidak cukup. Harus ditelaah lagi masalahnya yang berpotensi muncul,” ujar Guspardi Gaus kepada JawaPos.com, Selasa (21/1).
Menurut politikus PAN itu, untuk rumah dinas pemerintah harus memastikan kondisinya layak huni. Jangan sampai kondisinya seperti rumah-rumah dinas PNS pada era orde baru. “Jangan sampai rumah dinas ini hanya janji yang tidak sesuai kelayakhuniannya,” imbuh politikus asal Sumbar itu.
Lebih dari itu, kata Guspardi, perlu adanya manajemen risiko dalam pemindahan ASN ke ibu kota baru. Dia menyarankan pemindahan ASN yang tidak memiliki beban. Maksudnya, ASN yang masih lajang. Lalu, ASN yang sudah bersuami atau beristri dan pasangannya itu juga berstatus PNS di lembaga pemerintah pusat atau kementerian. Kemudian, ASN yang memiliki istri dengan status ibu rumah tangga.
“Yang menjadi persoalan adalah ASN yang memiliki anak yang sudah bersekolah atau kuliah di wilayah Jabodetabek,” katanya.
Begitu juga dengan ASN yang memiliki istri atau pasangan yang bekerja di pemerintahan daerah (pemda) lingkungan Jabodetabek. “Proses memindahkan pasangan ASN yang bekerja di pemda ini perlu dipikirkan. Jangan sampai ini jadi persoalan di kemudian hari,” tandasnya.
Sebelumnya, berdasar data Kementerian PAN-RB tercatat 118.513 ASN berusia 45 tahun yang akan diboyong ke Kaltim. Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo menegaskan, seluruh biaya perjalanan ke IKN baru ditanggung pemerintah. Bahkan, para ASN akan mendapat fasilitas rumah dinas. ”Iya dong ditanggung (semua),” ucap politikus PDI Perjuangan tersebut.
Prioritas pemindahan PNS adalah mereka yang bekerja di lembaga negara, sekretariat lembaga negara, dan alat negara. Prioritas kedua adalah kementerian yang nomenklaturnya disebut dalam Undang-Undang Dasar (UUD) dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi. Sedangkan prioritas ketiga adalah LPNK (lembaga pemerintah non kementerian) dan LNS (lembaga nonstruktural).
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan, pihaknya kini melakukan pemetaan data pegawai. Sebab, setiap K/L memiliki satuan kerja yang proses memilahnya tidak mudah. ”Jadi, tidak semua langsung dipindah. Harus diperhitungkan juga berapa yang pensiun, berapa yang masih aktif, dan masa baktinya sampai tahun kapan, itu kami perhatikan,” ungkapnya.