Mahkamah Agung (MA) akan melakukan pemilihan ketua yang baru untuk menggantikan Hatta Ali yang akan pensiun pekan depan. Komisi III DPR pun meminta Ketua MA yang baru nantinya bisa bekerja sama dengan Komisi Yudisial (KY).
"Siapa pun yang nanti dipilih baik secara aklamasi maupun dengan suara terbanyak oleh para hakim agung untuk menjadi Ketua MA berikutnya, maka DPR tentu menghormati sepenuhnya pilihan para Yang Mulia hakim agung tersebut," kata anggota Komisi III DPR Arsul Sani kepada detikcom, Rabu (1/4/2020).
Menurut Arsul, Ketua MA Hatta Ali telah meraih capaian dengan parameter kuantitatif saja. Seperti pengikisan tunggakan perkara, kecepatan penyelesaian perkara dari peradilan tingkat pertama sampai dengan tingkat terakhir (MA), upload putusan-putusan ke dalam sistem informasi perkara, standarisasi dan kecepatan pelayanan peradilan.
Nah, pengganti Hatta Ali nantinya diharapkan bisa meraih capaian kualitatif.
"Namun juga diharapkan memberi perhatian yang lebih dan meningkatkan parameter kualitatif lembaga peradilan. Ini misalnya menyangkut kualitas putusan hakim terutama pertimbangan hukumnya," ujar Wakil Ketua MPR itu.
Ketua MA yang baru nantinya juga diharapkan mampu untuk menciptakan norma hukum baru dan melakukan terobosan hukum sehingga akan bermanfaat pula bagi DPR dalam membentuk UU. DPR berharap ada pertimbangan-pertimbangan hukum dari peradilan utamanya MA yang bisa diangkat menjadi norma hukum dalam UU.
"Terakhir, DPR juga berharap Ketua MA yang akan datang bisa memimpin penegakan etik di kalangan hakim yang lebih baik lagi bekerja sama dengan Komisi Yudisial Republik Indonesia (KY RI)," ucap Arsul.
Terakhir, Arsul mengingatkan akan pentingnya profesi hakim. Di mana hakim menjadi satu-satunya yang dipanggil 'Yang Mulia'.
"Para hakim itu sebutannya Yang Mulia. Karena itu standar etikanya harus lebih tinggi dari pada pejabat publik lainnya. Karena menjadi para hakim itu memang harus hidup dalam dunia sunyi sebagai 'silent corp'," pungkasnya.