Banyak lembaga pendidikan swasta, baik sekolah maupun perguruan tinggi yang terancam tutup di masa pandemi virus Corona (Covid-19) ini karena kehilangan peserta didiknya. Bila begitu banyak lembaga pendidikan swasta tutup, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih memperkirakan angka indeks pembangunan manusia (IPM) masional juga ikut anjlok.
Ia mengkhawatirkan merosotnya angka IPM menyusul kondisi pendidikan swasta di Tanah Air yang mulai angkat bendera putih menghadapi dampak pandemi. “Bila sekolah dan kampus swasta banyak yang tutup, maka yang terimbas lebih jauh, ya IPM bisa jeblok,” kata Fikri dalam siaran pers kepada Parlementaria, Selasa (7/7/2020).
Masa pandemi yang begitu lama telah mengancam eksistensi sekolah dan kampus swasta. Di dapilnya, Jawa Tengah IX (Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Kabupaten Brebes) sekolah dan kampus swasta tak mampu membiayai operasionalnya. Kemampuan pembiayaannya kemungkinan hanya sampai bulan Agustus. "Sisanya bergantung pada jumlah siswa dan mahasiswa baru yang mendaftar,” imbuh politisi PKS ini.
Dampak pandemi secara luas turut menyapu berbagai sektor ekonomi, sehingga berdampak pula pada kemampuan daya beli masyarakat, termasuk biaya pendidikan. “Membayar SPP saja sulit, apalagi untuk membayar uang pangkal seperti yang biasa diterapkan pada siswa dan mahasiswa baru di lembaga pendidikan swasta,” katanya.
Fikri menduga angka partisipasi kasar dan angka partisipasi murni pendidikan swasta di berbagai jenjang, termasuk perguruan tinggi akan menurun. Bila tidak ada yang mendaftar, lanjutnya, pilihan beratnya adalah menutup sekolah atau kampus. Problem menurunnya angka partipasi penduduk dalam mengikuti program pendidikan, tentu akan berdampak signifikan pada angka IPM.
Seperti diketahui, tiga dimensi dasar dalam menentukan IPM adalah kesehatan, penndidikan, dan daya beli. Fikri mengeritik pendekatan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 yang terlalu mementingkan komponen ketiga, yakni daya beli masyarakat. “Sejak awal digelontorkan Rp 405,1 triliun dana Covid, coba liat berapa untuk mendukung daya beli dan ekonomi. Sementara pendidikan tidak menjadi konsen kebijakan,” sesalnya.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang kini disahkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 sudah menjadi dasar hukum untuk mengeluarkan anggaran penanganan dampak pandemi Covid-19 sebesar Rp 405,1 triliun. Rinciannya, Rp 75 triliun untuk kesehatan, Rp 110 triliun untuk jaring pengaman sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan, serta Rp 150 triliun untuk program pemulihan ekonomi nasional.
Ditambahkan Fikri, Kementerian Keuangan bahkan menaikkan kembali anggaran Covid-19 tersebut hingga tiga kali. Pertama, naik menjadi Rp 677,2 triliun pada 3 Juni, kemudian naik lagi menjadi Rp 695,2 triliun pada 16 Juni, dan terakhir naik menjadi Rp 905,1 triliun pada 19 Juni.