Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mengatakan, hingga saat ini penguasaan kapal 30 Gross Tonnage (GT) hanya dimiliki segelintir pelaku usaha perikanan. Sekitar 95 persen kapal berbendera Indonesia yang bekerja mencari ikan di laut dalam usaha perikanan tangkap kekuatannya tidak sampai 30 GT.
Menurut Akmal, Pemerintah selama ini berfokus pada pembinaan nelayan kecil yang mayoritas bekerja dengan kapal berkekuatan 5 GT. Ia memahami memang pada kenyataannya, hingga saat ini mayoritas nelayan kita adalah nelayan kecil. Organisasi kelompok-kelompok nelayan dengan manajemen kelompok sangat minim yang mampu berkolaborasi mengelola kapal besar.
"Dominasi kapal berukuran kecil lima Gross Tonnage kebawah masih membayangi nelayan kita. Sehingga fokus pembangunan dan bantuan nelayan kecil cenderung lebih besar kepada kapal kecil. Termasuk pembinaan nelayannya juga masih skala kecil. Ini yang membuat industri perikanan dalam negeri kita tertinggal dari negara lain meskipun potensi alam laut negara kita sangat kaya," jelas Akmal dalam siaran persnya, Kamis (20/8/2020).
Politisi PKS ini melanjutkan, saat ini ikan-ikan kita di pinggiran sudah mulai sulit didapat. Harus melaju semakin ke tengah samudera untuk mendapat ikan. Bila kondisi nelayan tidak berbekal infrastruktur alat penangkap ikan yang memadai, ikan-ikan yang menjadi hak negara kita dikuras oleh negara lain yang memiliki kapal yang lebih memadai dan canggih.
Dikatakannya, peraturan perundangan yang ada saat ini menuntut nelayan-nelayan berskala menengah untuk bersaing dengan negara luar dan bersaing dengan alam yang sudah mulai sulit menyediakan ikan di dekat daratan. "Pemerintah kedepannya harus mulai intensif dalam pembinaan masyarakat nelayan menuju nelayan berskala menengah. Mulai dari pendampingan SDM, kemudahan dalam permodalan misal KUR untuk nelayan, hingga produksi kapal skala minimal 30 GT," saran Akmal.
Legislator dapil Sulawesi Selatan II juga mengatakan, pemikiran Pemerintah saat ini selalu beranggapan para nelayan tidak sanggup mengoperasikan kapal besar, sehingga bila disediakan kapalnya akan menjadi mubazir. “Cara berpikir seperti ini mesti segera dihilangkan dengan langkah, latih nelayan-nelayan kita, bina, dampingi, baik secara skill maupun organisasinya. Manajemen pengelolaan, SDM, teknik operasi alat sampai manajemen keuangan harus dilatih sampai siap,” terangnya.
Akmal melanjutkan, bila Pemerintah hanya menunggu sampai nelayan-nelayan siap, maka nelayan tidak akan siap terus tanpa ada pembinaan. Padahal Negara sangat mampu memproduksi kapal besar, tinggal pemerataan skill SDM nelayan dalam mengoperasikannya. Ia juga mengatakan, dari sisi memproduksi kapal, Indonesia sangat mampu membuatnya. Bahkan kemampuan PT PAL Indonesia sangat berkompeten dalam sinergi produksi kapal-kapal seperti ini dalam jumlah masal.
"Saya mendorong Pemerintah mengubah nelayan kecil kita menjadi besar secara merata di Indonesia. Perimbangan perbandingan jumlah nelayan kecil dan nelayan besar yang sangat timpang mesti digeser. Ini salah satu langkah memajukan industri perikanan tangkap negara kita berbasis kerakyatan," tutup Andi Akmal Pasluddin.