OBJEKTIVITAS kejaksaan negeri terhadap kepala daerah yang tersangkut oleh kasus hukum dikhawatirkan terganggu. Pasalnya, banyak kepala kejaksaan negeri (kajari) di berbagai daerah memperoleh rumah dinas dari bupati setempat sehingga mereka seperti berutang budi.
Anggota Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto mengemukakan hal tersebut dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di kompleks parlemen, Jakarta, kemarin.
Menurut Wihadi, hal tersebut jelas sangat memprihatinkan karena berpotensi memengaruhi penilaian kajari ketika kepala daerah diduga terlibat kasus hukum.
“Saya sering dengar keluhan dari kajari-kajari di daerah. Banyak dari mereka tidak punya rumah dinas sampai akhirnya diberikan bupati. Kalau sudah begitu, sudah ada keterikatan, bagaimana kejaksaan bisa memberi penilaian objektif kalau nanti bupati yang memberikan rumah itu melakukan penyelewengan?” ucap Wihadi.
Oleh karena itu, ia mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) mengalokasikan dana untuk bantuan sarana dan prasarana bagi kejari-kejari di daerah. Wihadi mencontohkan di daerah pemilihannya, yakni di Bojonegoro, Jawa Timur, terdapat lahan kejaksaan. Namun, kejaksaan tidak punya dana untuk membangun perumahan bagi kajari dan pegawai.
Wihadi menekankan kesejahteraan para jaksa merupakan unsur penting yang harus dipenuhi. Salah satunya bertujuan mereka terhindar dari pemberian-pemberian pihak luar yang akhirnya memengaruhi penilaian para jaksa terhadap kasus-kasus tertentu.
Di kesempatan yang sama, anggota Komisi III Didik Mukrianto meminta Kejagung mengalokasikan anggaran untuk meningkatkan kualitas dan integritas sumber daya manusia kejaksaan.
“Basis pembinaan, terutama JAM Intel, harus lebih kuat lagi. Jangan sampai ada oknum di lingkungan Kejagung yang melakukan abuse of power,” tegas dia.
Sebelumnya, Komisi III DPR RI telah menyetujui tambahan pagu anggaran 2021 untuk Kejaksaan Agung sebesar Rp2,2 triliun. Sebagian besar dana tersebut akan diperuntukkan pembangunan sarana dan prasarana kejaksaan baik di pusat maupun di daerah. Di luar itu, ada pula tambahan Rp350 miliar untuk keperluan renovasi gedung Kejagung yang ludes terbakar pada 22 Agustus silam.
CCTV rusak
Dalam kaitan perkembangan penyelidikan kasus terbakarnya gedung Kejagung, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menuturkan banyak CCTV yang berada di lantai 6 Gedung Utama Kejagung RI dalam keadaan rusak. Akibatnya video di dalamnya tidak bisa diperiksa menjadi penguat bukti penyebab kebakaran gedung Kejagung.
“Banyak videonya yang terbakar. Banyak yang rusak di lantai 6, saya tidak bisa bilang yang mana, tapi banyak yang rusak,” terang Awi di Mabes Polri, Jakarta, kemarin.
Tim penyidik Bareskrim Polri sementara ini menyimpulkan kasus kebakaran Gedung Kejagung mengandung unsur pidana sehingga penanganan kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan. Penyebab kebakaran diduga bukan arus pendek listrik, melainkan percikan api di sekitar bahan yang mudah terbakar. Itu berarti ada unsur kesengajaan.