DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta akan memanggil satu persatu pihak terkait polemik yang terjadi di PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Pemanggilan ini dinilai penting untuk melengkapi fakta dan data yang dibutuhkan.
Panitia Khusus (Pansus) KBN DPRD DKI Jakarta mendatangkan Hamdan Zoelva selaku kuasa hukum PT KBN, Rabu (7/10). Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut diundang untuk menjelaskan mengenai berdirinya PT Karya Citra Nusantara (KCN) yakni anak usaha hasil patungan PT KBN bersama PT Karya Tekhnik Utama (KTU).
“Hari ini kita menghadirkan konsultan hukum yang ditugasi oleh PT KBN untuk mengatasi dan menjelaskan sudah sejauh mana dan langkah-langkah apa yang sudah dilakukan oleh Pak Hamdan Zoelva,” ujar Ketua Pansus KBN DPRD DKI Jakarta Pandapotan Sinaga, Kamis (8/10).
Pandapotan menyesalkan tidak ada keterangan terbaru yang diberikan Hamdan Zoelva, sehingga dalam waktu dekat akan mengagendakan pemanggilan beberapa pihak terkait lainnya yakni PT KTU, PT KCN serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menuntaskan polemik ini.
“Keterangan yang diberikan oleh pihak KBN masih sama seperti kemarin. Makanya kita mau panggil BPN dahulu, baru kita panggil pihak KTU, karena yang membuat KCN itu kan KTU dan KBN, kita akan panggil semua sampai ketemu titik permasalahan dan penyelesaiannya,” ungkapnya.
Pandapotan bersama seluruh anggota Pansus dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait mengaku akan terus berupaya maksimal untuk melindungi aset Pemda berupa saham yang ditanam di PT KCN sebesar 15%.
“Dari polemik ini, kita banyak kerugiannya, intinya kita mau menyelamatkan aset negara dan kita juga harus menjaga investor yang ada di sana, kita akan berupaya bagaimana agar aset dan investasinya tidak hilang,” tuturnya.
Sementara itu, Hamdan Zoelva menjelaskan saat ini permasalahan tersebut sudah berada di Mahkamah Agung (MA) dan sedang dilakukan Peninjauan Kembali (PK). Pasalnya, PT KBN mengaku telah mengalami kerugian yang cukup besar akibat PT KCN tidak membuat laporan keuangan serta tidak pernah melakukan rapat umum pemegang saham (RUPS) sejak tahun 2015.
“Kami mengajukan usul dengan sistem sewa 70 tahun di lahan KBN, namun KTU menolak karena khawatir bisnis yang tidak stabil, akhirnya kami menyetujui opsi revenue sharing sebesar 25% sesuai perhitungan. Tapi KTU hanya menawarkan 7% saja,” ucapnya.
Atas dasar itu, PT KBN berpotensi merugi sebesar Rp1,8 triliun sesuai perhitungan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
”Selain itu, potensi rugi lainnya yaitu sejak berdirinya PT KCN, deviden yang diterima KBN baru Rp3,1 miliar. Itu akibat dari tidak adanya laporan keuangan selama ini,” tuturnya.