Anggota DPRD Lebak, Banten, Dapil 3 dari Fraksi Gerindra, Bangbang, menduga ada proses jual paksa terkait pembebasan lahan untuk akses jalan menuju Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (TPS Limbah B3) di Kecamatan Cimarga, Lebak. Dia mengatakan harga lahan yang ditetapkan penjual tidak dilakukan melalui negosiasi dengan warga.
Menurut Bangbang, ada mediator yang bermain di proyek tersebut. Mediator itu diduga membeli dan membayar murah lahan warga, untuk kemudian dijual kembali kepada investor.
"Karena ini perencanaan (TPS Limbah B3), terkait pembebasan saya yakin ini baru sepihak bukan dari investor. Itu baru mediator yang berspekulasi membebaskan lahan dan akan diganti oleh investor sampah nanti, dan bakal diganti lebih dari itu (Rp 20 ribu per meter)," kata Bangbang kepada detikcom, Selasa (18/4/2022).
Dugaan ini diungkapkan Bangbang karena rencana pembangunan TPS-Limbah B3 di Gunung Anten, Cimarga belum dapat dipastikan berjalan. Rencana itu bisa saja terjadi dan bisa pula gagal.
Dia pun menyayangkan sikap mediator yang mematok dan meratakan lahan warga, sebelum transaksi jual-beli terjadi. Bangbang menilai mediator telah memaksa warga menjual lahan.
"Mungkin bukan perampasan, tapi membeli secara paksa. Masyarakat dibayar tanpa ada negosiasi, misalkan masyarakat menginginkan Rp 50 ribu per meter, tapi dibayar Rp 20 ribu per meter, mau tidak mau harus diterima, itu dibeli paksa," tuturnya.
Hingga saat ini, pihaknya masih mendalami informasi yang berkembang di lapangan. Warga pun diminta untuk segera datang melapor kepada DPRD atau Pemkab Lebak apabila terjadi sesuatu.
Menurut Bangbang, kegelisahan warga hari ini seharusnya bisa ditangani oleh pemerintah setempat. Pemerintah harus hadir memberikan informasi lengkap terkait rencana pembangunan TPS Limbah B3 tersebut. Agar informasi dapat tersampaikan serta tidak ada oknum yang memanfaatkan situasi.
"Nanti saya coba dalami dulu, betul atau tidak. Sampai sekarang saya belum mendengar secara utuh dari masyarakat yang datang ke kami terkait pembebasan lahan yang belum dibayar, tapi lahannya sudah dipakai untuk jalan (pembebasan)," tegasnya.
"Saya coba akan gali, ketika benar kita akan diskusikan kepala pemerintah dan dinas terkait seperti apa yang terjadi. Karena masyarakat tidak boleh dirugikan dengan adanya sebuah proyek. Adanya proyek pembangunan daerah juga tidak boleh merugikan masyarakat," imbuh dia.
Dua pekan ke depan, Bangbang berencana mengumpulkan informasi mengenai pembebasan lahan tersebut. Informasi yang terkumpul nantinya akan disampaikan kepada Ketua DPRD Lebak untuk ditindaklanjuti.
"Saya coba sampaikan kepada pimpinan untuk memanggil pihak terkait apakah persoalan ini sudah clear atau belum. Siapa yang mencoba membebaskannya, kita coba panggil dan dinas terkait yang dianggap perlu," terang Bangbang.
"Kita klarifikasi agar masyarakat menerima. Mudah-mudahan itu betul kita lakukan, ada solusi dan langkah-langkah yang dilakukan selanjutnya," lanjut dia.
Diberitakan sebelumnya, warga Desa Margatirta, Kecamatan Cimarga, Lebak, menolak nilai ganti rugi yang diberikan pada pembebasan lahan untuk jalan menuju TPS B3. Pasalnya, nilai ganti rugi dianggap terlalu rendah, yaitu sebesar Rp 20 ribu per meter.
Koordinator Margatirta Melawan, Ahim, mengatakan warga tidak menolak rencana pembangunan jalan. Permintaan warga hanya meningkatkan nilai dari Rp 20 ribu menjadi Rp 100 ribu per meter.
"Warga nggak menolak rencana pembangunan jalan, hanya saja harganya harus dinaikkan karena terlalu rendah. Nggak sebanding soalnya," kata Ahim, Senin (18/4).