Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad menilai capaian APBN Semester I 2022 mengalami surplus karena serapan belanja pemerintah yang masih rendah. Karena itu, ia mengingatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati agar tidak terlalu euforia dengan hal tersebut. Sebab, tekanan fiskal yang akan dihadapi seiring dengan ancaman inflasi global, tren kenaikan harga minyak dunia dan makanan akibat ancaman krisis pangan.
"APBN kuartal I memang surplus Rp73,6 triliun. Ini didorong oleh kenaikan penerimaan pajak, cukai, dan PNBP. Tapi, kondisi surplus ini juga karena memang penyerapan belanja pemerintah masih rendah. Artinya, ini juga menandakan perputaran APBN di ekonomi domestik masih minim," ujar Kamrussamad dalam keterangan pers kepada awak media, Kamis (28/7/2022).
Politisi Partai Gerindra tersebut menambahkan, di kuartal akhir, penyerapan akan tinggi, karena proses birokrasi dalam mengelola anggaran yang memiliki siklus tersebut. Namun, menurut Kamrussamad, yang lebih penting adalah pemerintah perlu antisipasi kenaikan subsidi akibat ancaman inflasi dan kenaikan harga minyak dunia yang trennya meningkat.
"Pada perdagangan Selasa kemarin, misalnya, harga minyak dunia naik kembali dua dollar. Realisasi penyaluran BBM bersubsidi jenis Pertalite dan solar juga sudah melampaui 50 persen dari kuota sejak awal tahun sampai 20 Juni 2022. Kalau begini, tekanan fiskal di kuartal mendatang sudah di depan mata," kata Kamrussamad.
Saat ini, lanjut legislator dapil DKI Jakarta III tersebut, anggaran belanja subsidi tadinya adalah Rp207 triliun, namun dikarenakan konsumsi energi yang meningkat, maka subsidi bisa mencapai Rp284,6 triliun bahkan lebih. Jika harga minyak terus naik maka akan berdampak pada subsidi yang disalurkan pemerintah.
"Belum lagi dengan ancaman krisis pangan. Tren kenaikan harga pangan akan berlanjut dipengaruhi tren tingginya harga pupuk, gangguan rantai pasok akibat perang di Ukraina. Jadi, tidak perlu euforia kalau saat ini APBN surplus," imbuh Kamrussamad.
Diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan APBN surplus sebesar Rp73,6 triliun pada semester I-2022. Besaran surplus itu setara dengan 0,39 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. "APBN semester I masih tercatat surplus Rp73,6 triliun. Jadi ini 6 bulan berturut-turut APBN mengalami surplus," ungkapnya dalam konferensi pers APBN KiTa, Rabu (27/6/2022).
Menkeu Ani mengatakan, surplus APBN hingga akhir Juni 2022 terbilang sangat baik jika dibandingkan akhir Juni 2021 yang tercatat defisit Rp283,1 triliun. Surplus itu ditopang oleh pendapatan negara yang tumbuh signifikan dibandingkan belanja negara. Pendapatan negara sepanjang semester I-2022 tercatat sebesar Rp1.317,2 triliun atau tumbuh 48,5 persen secara tahunan (yoy). Realisasi itu setara 58,1 persen dari target yang sebesar Rp2.266,2 triliun.
Sementara belanja negara tercatat mencapai Rp1.243,6 triliun atau tumbuh 6,3 persen (yoy). Adapun realisasi itu setara 40 persen dari pagu anggaran belanja negara yang sebesar Rp2.714, 2 triliun. Menurut Sri Mulyani, dengan adanya surplus maka pembiayaan utang mengalami penurunan. Hingga akhir Juni 2022, pembiayaan utang baru sebesar Rp153,5 triliun atau turun 63,5 persen (yoy) dibandingkan periode sama di 2021 yang mencapai Rp421,1 triliun.
"Kondisi APBN semester I luar biasa positif dengan SILPA mencapai Rp227,1 triliun, dan bahkan pembiayaan anggaran melalui penerbitan surat utang menurut Perpres seharusnya Rp840,2 triliun, tapi kita hanya merealisasikan Rp153,5 triliun. Ini menurun drastis dibandingkan tahun lalu," papar Menkeu Ani.