KOMISI III DPR sempat mencetuskan pembentukan panitia khusus (pansus) terkait polemik transaksi mencurigakan senilai lebih dari Rp349 triliun. Namun, dibentuk atau tidaknya pansus menunggu keterangan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.
"Kita lihat dulu perkembangan rapat lanjutan Komisi III dengan Pak Menko Polhukam, Menkeu, dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana masing-masing dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komite Kordinasi Nasional Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), anggota, dan Sekretaris Komite," kata anggota Komisi III DPR Arsul Sani, Kamis (23/3).
Rapat yang akan menghadirkan ketiganya dijadwalkan, Rabu (29/3). Komisi III sejatinya telah rapat dengan Kepala PPATK pada Selasa (21/3).
"Rapat (29 Maret) untuk menuntaskan sejumlah pertanyaan yang muncul di ruang publik dan disampaikan kepada kami para anggota Komisi III," ujar Arsul.
Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menuturkan setelah mendengar penjelasan dari Mahfud, Sri Mulyani, dan Ivan, Komisi III akan musyawarah. Lalu, menentukan perlu atau tidaknya dibentuk pansus terkait transaksi janggal Rp349 triliun tersebut.
"Apakah ini akan ditindaklanjuti dengan pembentukan pansus atau cukup di-follow up dengan Panja Penegakan Hukum yang memang ada di Komisi 3 DPR RI? Ini sekali lagi akan sangat tergantung nanti ketiga pejabat di atas memberikan penjelasan yang tuntas kepada DPR," jelas Arsul.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa sempat melontarkan untuk dibuat pansus terkait polemik transaksi mencurigakan senilai lebih dari Rp349 triliun. Ia menilai pansus penting untuk membongkar secara tuntas mengenai transaksi tersebut.
"Baru lemparan dari saya, kalau memang signifikan kenapa tidak kita pansuskan saja agar semuanya lebih terbuka," kata Desmond di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3).
Ia mengatakan pansus akan memberi ruang keterbukaan bagi Mahfud MD hingga PPATK. Termasuk kepada Kementerian Keuangan, Ditjen Pajak, dan Ditjen Bea Cukai yang disebut sebagai area tempat transaksi mencurigakan itu ditemukan.