Safarudin Soroti Isu Gagasan Keadilan Restoratif Calon Hakim Agung Julius Panjaitan

Komisi III DPR RI kembali melanjutkan agenda uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc Mahkamah Agung (MA) tahun 2025, pada Kamis (11/9/2025). Dalam kesempatan kali ini, Komisi III menguji Julius Panjaitan, yang mencalonkan diri sebagai Hakim Agung Kamar Pidana.

Dalam penyampaiannya di depan Anggota Komisi III, Julius membawa semangat penerapan keadilan restoratif (Restorative Justice) dalam penanganan perkara hukum di Indonesia. Gagasan ini disambut positif oleh beberapa legislator.

Anggota Komisi III DPR RI, Safaruddin menilai gagasan keadilan restoratif perlu dilengkapi dengan mekanisme yang lebih jelas, baik bagi pemulihan korban maupun pembinaan terhadap pelaku. Hal ini yang ia soroti berkaitan dengan hubungan keadilan restoratif dengan tujuan pemidanaan.

Namun yang masih dipertanyakan dalam implementasi keadilan restoratif tersebut, adalah persoalan memulihkan korban. Selama ini, menurut Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini, praktik pemulihan banyak diterapkan pada korban penyalahgunaan narkotika. Namun demikian, pemulihan tidak berhenti hanya pada penghentian perkara oleh penyidik. Mekanisme lanjutan berupa rehabilitasi, pemulihan psikologis, maupun reintegrasi sosial harus dirancang lebih sistematis. 

“Setelah Restorative Justice dilakukan oleh penyidik, perlu kejelasan siapa yang bertanggung jawab dalam memulihkan kondisi korban, apakah pemerintah, lembaga rehabilitasi, atau organisasi sosial masyarakat,” jelas Safaruddin di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

Di samping itu, ia juga menyoroti soal tujuan kedua penerapan keadilan restoratif yakni mendidik dan memperbaiki pelaku. Safaruddin menekankan bahwa penghentian kasus bukan berarti mengabaikan tanggung jawab pelaku untuk menjalani pembinaan. 

“Setelah kasus tidak dilanjutkan, pelaku tetap perlu mendapat program pembinaan, pemantauan, hingga rehabilitasi sesuai kebutuhannya. Pertanyaannya, siapa yang bertanggung jawab melaksanakan dan mengawasi mekanisme ini?” ungkapnya.

Anggota DPR RI dari Dapil Kalimantan Timur ini pun berpandangan, keadilan restoratif seharusnya tidak berhenti di tahap penyidikan semata, melainkan dilanjutkan dengan program komprehensif yang memastikan korban benar-benar pulih dan pelaku mendapat kesempatan memperbaiki diri. 

“Jika hanya sebatas penghentian kasus, maka tujuan pemidanaan berupa pemulihan, pendidikan, dan pencegahan tidak sepenuhnya tercapai,” pungkasnya

Diposting 11-09-2025.

Dia dalam berita ini...

Drs. SAFARUDDIN, M.I.Kom.

Anggota DPR-RI 2024-2029
Kalimantan Timur